Selasa, 12 Juli 2011

Kisah Sahabat Nabi: Ammar bin Yasir, Calon Penghuni Surga

Yasir bin Amir,
ayahanda Ammar,
berangkat
meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari
dan menemui salah seorang
saudaranya. Rupanya ia berkenan
dan merasa betah tinggal di Makkah.
Bermukimlah ia di sana dan
mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul
Mughirah. Abu Hudzaifah mengawinkannya
dengan salah seorang sahayanya
bernama Sumayyah binti Khayyath,
dan dari perkawinan ini, kedua
suami istri itu dikaruniai seorang
putra bernama Ammar. Keislaman mereka termasuk dalam
golongan Assabiqunal Awwalun
(generasi pertama). Dan
sebagaimana halnya orang-orang
saleh yang termasuk dalam
golongan yang pertama masuk Islam, mereka cukup menderita
karena siksa dan kekejaman Quraisy. Orang-orang Quraisy menjalankan
siasat terhadap Kaum Muslimin
sesuai situasi dan kondisi.
Seandainya mereka ini golongan
bangsawan dan berpengaruh,
mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Dan setelah itu mereka
lancarkan kepadanya perang urat
syaraf yang amat sengit. Dan sekiranya yang beriman itu dari
kalangan penduduk Makkah yang
rendah martabatnya dan yang
miskin, atau dari golongan budak
belian, maka mereka didera dan
disulutnya dengan api bernyala. Maka keluarga Yasir termasuk dalam
golongan yang kedua ini. Dan soal
penyiksaan mereka, diserahkan
kepada Bani Makhzum. Setiap hari
Yasir, Sumayyah dan Ammar dibawa
ke padang pasir Makkah yang demikian panas, lalu didera dengan
berbagai azab dan siksa. Penderitaan dan pengalaman
Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri
dan menakutkan, namun Sumayyah
telah menunjukkan sikap dan
pendirian tangguh, yang dari awal
hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan suatu
kemuliaan yang tak pernah hapus
dan kehormatan yang pamornya tak
pernah luntur. Rasulullah SAW selalu mengunjungi
tempat-tempat yang diketahuinya
sebagai arena penyiksaan bagi
keluarga Yasir. Ketika itu tidak suatu
apa pun yang dimilikinya untuk
menolak bahaya dan mempertahankan diri. Pengorbanan-pengorbanan mulia
yang dahsyat ini tak ubahnya
dengan tumbal yang akan menjamin
bagi Agama dan akidah keteguhan
yang takkan lapuk. Ia juga menjadi
contoh teladan yang akan mengisi hati orang-orang beriman dengan
rasa simpati, kebanggaan dan kasih
sayang. Ia adalah menara yang akan
menjadi pedoman bagi generasi-
generasi mendatang untuk
mencapai hakikat agama, kebenaran dan kebesarannya. Demikianlah, berlaku pula bagi
agama Islam. Makna ini telah
dijelaskan oleh Al-Qur'an kepada
Kaum Muslimin bukan hanya pada
satu atau dua ayat. Firman Allah SWT: "Apakah manusia
mengira bahwa mereka akan
dibiarkan mengatakan: “Kami telah
beriman” padahal mereka belum lagi
diuji?" (QS Al-Ankabut: 2) "Apakah kalian mengira akan dapat
masuk surga, padahal belum lagi
terbukti bagi Allah orang-orang
yang berjuang di antara kalian,
begitu pun orang-orang yang
tabah?" (QS Ali Imran: 142) "Sungguh, Kami telah menguji
orang-orang sebelum mereka,
hingga terbuktilah bagi Allah orang-
orang yang benar dan terbukti pula
orang-orang yang dusta." (QS Al-
Ankabut: 3) Memang demikianlah Al-Qur’an
mendidik putra dan para
pendukungnya, bahwa
pengorbanan merupakan esensi
atau saripati keimanan. Dan bahwa
kepahlawanan menghadapi kekejaman dan kekerasan dihadapi
dengan kesabaran, keteguhan dan
pantang mundur. Maka Sumayyah,
Yasir, dan Ammar adalah golongan
luar biasa yang beroleh berkah ini. Pada suatu hari, ketika Rasulullah
SAW mengunjungi mereka, Ammar
berkata, "Wahai Rasulullah, azab
yang kami derita telah sampai ke
puncak." Rasulullah SAW berkata, "Sabarlah,
wahai Abal Yaqdhan... Sabarlah
wahai keluarga Yasir, tempat yang
dijanjikan bagi kalian ialah surga!" Siksaan yang diami oleh Ammar
dilukiskan oleh kawan-kawannya
dalam beberapa riwayat. Berkata
Amar bin Hakam, "Ammar itu disiksa
sampai-sampai ia tak menyadari apa
yang diucapkannya.” Ammar bin Maimun melukiskan,
"Orang-rang musyrik membakar
Ammar bin Yasir dengan api. Maka
Rasulullah SAW lewat di tempatnya,
memegang kepalanya dengan
tangan beliau, sambil bersabda, 'Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di
tubuh Ammar, sebagaimana dulu
kamu juga sejuk dingin di tubuh
Ibrahim!” Bagaimanapun juga, semua bencana
itu tidaklah dapat menekan jiwa
Ammar, walau telah menekan
punggung dan menguras
tenaganya. Ia baru merasa dirinya
benar-benar celaka, ketika pada suatu hari tukang-tukang cambuk
dan para penderanya menghabiskan
segala daya upaya dalam
melampiaskan kezaliman dan
kekejiannya. Semenjak hukuman
bakar dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan
ditindih batu laksana bara merah,
bahkan sampai ditenggelamkan ke
dalam air hingga sesak nafasnya dan
mengelupas kulitnya yang penuh
dengan luka. Pada hari itu, ketika ia telah tak
sadarkan diri lagi karena siksaan
yang demikian berat, orang-orang
itu berkata kepadanya, “Pujalah
olehmu tuhan-tuhan kami!” Ammar pun mengikuti perintah
mereka tanpa menyadari apa yang
keluar dari bibirnya. Ketika siuman
sebentar akibat dihentikannya
siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa
yang telah diucapkannya, maka hilanglah akalnya dan terbayanglah
di matanya betapa besar kesalahan
yang telah dilakukannya, suatu dosa
besar yang tak dapat ditebus dan
diampuni lagi. Ketika Rasulullah SAW menemui
sahabatnya itu didapatinya ia sedang
menangis, maka disapunyalah
tangisnya itu dengan tangan beliau
seraya berkata, "Orang-orang kafir
itu telah menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air
sampai kamu mengucapkan begini
dan begitu?” “Benar, wahai RasuIullah," ujar
Ammar. Rasulullah tersenyum berkata, “Jika
mereka memaksaimu lagi, tidak apa,
ucapkanlah seperti apa yang kamu
katakan tadi!” Lalu dibacakan Rasulullah
kepadanya ayat mulia berikut ini:
"Kecuali orang yang dipaksa, sedang
hatinya tetap teguh dalam
keimanan..." (QS An-Nahl: 106) Kembalilah Ammar diliputi oleh
ketenangan dan dera yang menimpa
tubuhnya. Ia tak lagi merasakan
sakit. Jiwanya tenang. Ia
menghadapi cobaan dan siksaan itu
dengan ketabahan luar biasa, hingga pendera-penderanya merasa
lelah dan menjadi lemah, bertekuk
lutut di hadapan tembok keimanan
yang begitu kokoh. Setelah Rasulullah SAW ke Madinah,
kaum Muslimin tinggal bersama
beliau bermukim di sana, secepatnya
masyarakat Islam terbentuk dan
menyempurnakan barisannya. Maka
di tengah-tengah masyarakat Islam yang beriman ini, Ammar pun
mendapatkan kedudukan yang
tinggi. Rasulullah amat sayang
kepadanya, dan beliau sering
membanggakan keimanan dan
ketakwaan Ammar kepada para shahabat. Rasulullah bersabda, "Diri Ammar
dipenuhi keimanan sampai ke tulang
punggungnya!” Dan sewaktu terjadi selisih paham
antara Khalid bin Walid dengan
Ammar, Rasulullah SAW bersabda,
“Siapa yang memusuhi Ammar, maka
ia akan dimusuhi Allah. Dan siapa
yang membenci Ammar, maka ia akan dibenci Allah!" Maka tak ada pilihan bagi Khalid bin
Walid, pahlawan Islam itu, selain
segera mendatangi Ammar untuk
mengakui kekhilafannya dan
meminta maaf. Jika Rasulullah SAW telah
menyatakan kesayangannya
terhadap seorang Muslim demikian
rupa, pastilah keimanan orang itu,
kecintaan dan jasanya terhadap
Islam, kebesaran jiwa dan ketulusan hati serta keluhuran budinya telah
mencapai batas dan puncak
kesempurnaan. Demikian halnya Ammar, berkat
nikmat dan petunjuk-Nya, Allah telah
memberikan kepada Ammar
ganjaran setimpal, dan menilai
takaran kebaikannya secara penuh.
Hingga disebabkan tingkatan petunjuk dan keyakinan yang telah
dicapainya, maka Rasulullah
menyatakan kesucian imannya dan
mengangkat dirinya sebagai contoh
teladan bagi para sahabat. Beliau bersabda, “Contoh dan
ikutilah setelah kematianku nanti,
Abu Bakar dan Umar. Dan ambillah
pula hidayah yang dipakai Ammar
untuk jadi bimbingan!” Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin
membangun masjid di Madinah,
beliau turut serta mengangkat batu
dan melakukan pekerjaan yang
paling sukar. Di tengah-tengah
khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar bin Yasir
sedang mengangkat batu besar. Rasulullah juga melihat Ammar, dan
langsung mendekatinya. Setelah
berhampiran, maka beliau
mengipaskan debu yang menutupi
kepala Ammar dengan tangannya.
kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya, "Malangnya
Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh
golongan pendurhaka!" Kata-kata itu diulangi oleh Rasulullah
sekali lagi... kebetulan bertepatan
dengan ambruknya dinding di atas
tempat Ammar bekerja, hingga
sebagian kawannya menyangka
bahwa ia tewas yang menyebabkan Rasulullah meratapi kematiannya itu. Para sahabat terkejut dan menjadi
ribut karenanya, tetapi dengan nada
menenangkan dan penuh kepastian,
Rasulullah menjelaskan, "Tidak,
Ammar tidak apa-apa. Hanya nanti ia
akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!" Ammar mendengarkan ramalan itu
dan meyakini kebenaran pandangan
yang disingkapkan oleh Rasulullah.
Tetapi ia tidak merasa gentar, karena
semenjak menganut Islam ia telah
dicalonkan untuk menghadapi maut dan mati syahid di setiap detik, baik
siang maupun malam. Ammar selalu terjun bersama
Rasulullah dalam tiap perjuangan
dan peperangan bersenjata, baik di
Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk.
Dan tatkala Rasulullah telah wafat,
perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan
berjihad menegakkan agama Allah. Ketika terjadi pertentangan antara
Khalifah Ali bin Abi Thalib dan
Muawiyah, Ammar berdiri di samping
menantu Rasulullah tersebut. Bukan
karena fanatik atau berpihak, tetapi
karena tunduk kepada kebenaran dan teguh memegang janji! Ali
adalah khalifah kaum Muslimin, dan
berhak menerima baiat sebagai
pemimpin umat. Ketika meletus Perang Shiffin yang
mengerikan itu, Ammar ikut
bersamanya. Padahal saat itu usianya
telah mencapai 93 tahun. Orang-
orang dari pihak Muawiyah mencoba
sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak
menyebabkan kematiannya hingga
menjadi manusia “golongan
pendurhaka”. Tetapi keperwiraan Ammar yang
berjuang seolah-olah ia satu
pasukan tentara juga,
menghilangkan pertimbangan dan
akal sehat mereka. Maka sebagian
dari anak buah Muawiyah mengintai- ngintai kesempatan untuk
menewaskannya. Hingga setelah
kesempatan itu terbuka, mereka pun
membunuh Ammar. Maka sekarang tahulah orang-orang
siapa kiranya golongan pendurhaka
itu, yaitu golongan yang membunuh
Ammar, yang tidak lain dari pihak
Muawiyah! Jasad Ammar bin Yassir kemudian
dipangku Khalifah Ali, dibawa
sebuah ke tempat untuk dishalatkan
bersama kaum Muslimin, lalu
dimakamkan dengan pakaiannya. Setelah itu, para sahabat kemudian
berkumpul dan saling berbincang.
Salah seorang berkata, “Apakah kau
masih ingat waktu sore hari itu di
Madinah, ketika kita sedang duduk-
duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu
bersabda, "Surga telah merindukan
Ammar?" "Benar," jawab yang lain. “Dan waktu itu juga disebutnya
nama-nama lain, di antaranya Ali,
Salman dan Bilal..." timpal seorang
lagi. Bila demikian halnya, maka surga
benar-benar telah merindukan
Ammar. Dan jika demikian, maka
telah lama surga merindukannya,
sedang kerinduannya
tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan
memenuhi tanggungjawabnya. Dan
tugas itu telah dilaksanakannya dan
dipenuhinya dengan hati gembira.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar