Menjelang Ramadhan yang lalu,
para ulama (baca: cendekia) dan
umara (baca: penguasa),
khususnya di Indonesia,
dihadapkan pada wacana
perbedaan dalam penetapan
awal Ramadhan. Dan menjelang
Idul Fitri, kita kembali
menghadapi situasi yang sama
untuk menetapkan tanggal 1
Syawal. Seringkali masyarakat
awam dibingungkan dengan
perbedaan dalam penetapan
tanggal Hijriah. Seberapa krusial
hal ini perlu untuk dibahas?
Berikut ini paparannya.
Idul Fitri merupakan hari
kemenangan bagi Umat Islam
yang telah berpuasa selama
sebulan dalam mengendalikan
dirinya dari berbagai godaan
duniawi. Sebagai penghormatan
atas hari kemenangan itu, Islam
mengharamkan berpuasa pada
hari raya Idul Fitri 1 Syawal.
Masalah kemudian muncul ketika
terjadi perbedaan dalam
penetapannya. Di satu pihak
menetapkannya sebagai Idul
Fitri, dan di pihak lain pada hari
yang sama masih melaksanakan
puasa Ramadhan. Masing-masing
pihak dengan keyakinan dan
berlindung di balik dalil-dalil
saling mengklaim keabsahan Idul
Fitri yang mereka rayakan.
Ironinya, orang-orang yang
merayakan Idul Fitri
menganggap berdosa orang-
orang yang tetap berpuasa pada
hari itu. Sebaliknya, pihak yang
menjalankan puasa pada hari itu
menganggap berdosa orang-
orang yang berbuka dan
merayakan hari kemenangannya
itu.
Perbedaan itu terjadi karena
acuan dalam menafsirkan
metode penentuan awal bulan
telah melahirkan dua aliran
besar, yaitu ru’yah dan hisab.
Pertama, aliran ru’yah. Secara
terminologi, ru’yah adalah
kegiatan untuk melihat hilal
(penampakan bulan sabit) di
ufuk langit sebelah barat sesaat
setelah matahari terbenam untuk
menentukan permulaan bulan
baru. Dalam konteks ini, hilal
menempati posisi sentral sebagai
penentu bulan baru dalam
kalender Hijriah. Hal ini
sebagaimana firman Allah:
Mereka bertanya kepadamu
tentang bulan sabit. Katakanlah:
“Bulan sabit itu adalah tanda-
tanda waktu bagi manusia… (QS.
Al Baqarah: 189)
Hilal itu sendiri hanya dapat
terlihat setelah proses ijtima’,
yaitu proses ketika bulan berada
satu kedudukan dalam satu garis
dengan matahari dan bumi.
Ketika ijtima’ terjadi, bulan
berada di antara bumi dan
matahari. Pada saat bulan
bergeser dan sebagian
permukaannya menerima cahaya
matahari yang terlihat berbentuk
seperti lengkuk cahaya yang
sangat halus, itulah yang
dinamakan hilal.
Di dalam aliran ru’yah sendiri
terdapat perbedaan dalam
penentuan irtifa’ (ketinggian)
bulan. Satu kelompok
berpendapat bahwa hilal dapat
dilihat bila irtifa’ nya minimal 2
derajat. Kelompok lainnya
menyatakan irtifa’ itu tidak boleh
kurang dari 6 derajat.
Berdasarkan metode ini, masing-
masing kelompok berijtihad
dalam penentuan tanggal 1
Syawal. Adapun yang menjadi
landasan aliran ru’yah adalah
hadits Rasulullah:
Berpuasalah kamu sekalian
karena melihat bulan (awal
Ramadhan). Dan berbukalah
kamu sekalian karena melihat
bulan (Idul Fitri). Bila hilal
tertutup awan di atasmu, maka
genapkanlah ia menjadi tiga
puluh hari. (HR. Muslim)
Kedua, aliran Hisab. Hisab
merupakan proses penetapan
awal bulan dengan
menggunakan metode ilmu
hitung menghitung. Dasar
pijakan aliran Hisab adalah
Firman Allah:
Dia-lah yang menjadikan
matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-
tempat) bagi perjalanan bulan
itu, supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan
(waktu). {QS. Yunus: 5}
Aliran ini mulai berkembang
sejak masa Dinasti Abbasiyah
(abad ke-8 M). Menurut aliran
hisab, ru’yah dapat dipahami
melalui prediksi/perkiraan posisi
bulan dalam ilmu hisab. Awal dan
akhir bulan tidak ditentukan oleh
irtifa’ (ketinggian) hilal. Jika
menurut ilmu hisab hilal telah
tampak, berapa pun
ketinggiannya maka hitungan
bulan baru sudah masuk.
Demikianlah penjelasan mengapa
terjadi perbedaan-perbedaan
dalam penetapan bulan baru
Hijriah di kalangan umat Islam.
Namun kedua hal tersebut
memiliki pijakan yang kuat
berdasarkan Al Quran dan Hadits.
Pilihlah menurut keyakinan
berdasarkan nalar dan
pengetahuan. Janganlah rusak
keagungan Idul Fitri karena tidak
menghormati perbedaan.
sumber : http://
faktabukanopini.blogspot.com/2011/08/
alasan-terjadinya-perbedaan-
penetapan-1.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar