Senin, 07 Maret 2011

SHOLAT AJARAN PARA NABI

Sebagaimana keterangan surah Al-
Muzammil [73] ayat 1-20,
sesungguhnya shalat pertama yang
diwajibkan bagi Rasulullah SAW dan
umat Islam adalah shalat malam.
Namun, ketika ayat ke-20 diturunkan, shalat malam menjadi sunah.
Sebagaimana banyak dijelaskan oleh
para ulama, termasuk dalam berbagai
kitab klasik, pada malam hari saat
melaksanakan Isra, atau sesampainya
di Baitul Maqdis atau Al-Aqsha, Rasul SAW melaksanakan shalat dua rakaat.
Ketika itu. Rasul SAW bertindak
sebagai imam, sedangkan
makmumnya adalah para malaikat-
malaikat Allah, termasuk Jibril. Dengan
berlandaskan surah Muzammil [73] 1-19, shalat yang dikerjakan itu
adalah shalat malam yang diwajibkan
atas Rasul SAW. Lalu, ketika turun ayat ke-20 surah Al-
Muzammil, shalat yang diwajibkan
adalah shalat lima waktu yang
diterima oleh Rasul SAW ketika
melaksanakan Isra dan Miraj pada 27
Rajab tahun ke-2 sebelum hijrah atau tahun 11 kenabian Nabi Muhammad
SAW atau tepatnya tahun 622 M.
Ketika itu Rasul SAW berusia sekitar 51
tahun. Sebab, beliau lahir tahun 571 M,
kemudian diangkat menjadi Nabi
pada usia 40 tahun, dan berdakwah di Makkah selama 13 tahun dan
sekitar 10 tahun di Madinah. Namun, sewaktu di Makkah, dua
tahun sebelum hijrah, Allah
mewajibkan umat Islam untuk
mendirikan shalat lima waktu. Dan,
empat tahun kemudian, Allah
mewajibkan umat Islam berpuasa di bulan Ramadhan (2 Hijriyah). Namun,
tidak diketahui bagaimana saat itu
cara Rasul SAW melaksanakan shalat.
Hanya saja, dalam sejumlah riwayat,
beliau melaksanakan shalat seperti
yang dikerjakan umat Islam saat ini berdasarkan penjelasan dari Jibril.
Jibril mengajarkan Rasul SAW untuk
mendirikan shalat secara benar
sebagaimana yang diperintahkan oleh
Allah. Dan umat Islam, melaksanakan
shalat sebagaimana diajarkan oleh Rasul SAW. "Shalatlah kamu,
sebagaimana kalian melihat aku
shalat." (Muttafaq Alaih, disepakati ahli
hadis). Shalat orang terdahulu Sesungguhnya, shalat dalam Islam
tidaklah tiba-tiba [ujug-ujug Jawa),
tapi telah lama dilakukan. Bahkan,
shalat juga dilaksanakan oleh para
nabi-nabi terdahulu. Dr Jawwad Ali,
seorang pemikir kritis sekaligus sejarawan Muslim asal Baghdad,
dalam karyanya berjudul Sejarah
Shalat atau Tarikh as-Shalahfi al-Islam,
menjelaskan, shalat sudah dikerjakan
sebelum Islam datang. Artinya, shalat
juga dikerjakan oleh orang-orang terdahulu, termasuk dalam ajaran
agama terdahulu. Dalam sejarah agama Samawi atau
langit, shalat juga pernah dikerjakan
oleh para nabi-nabi mereka.
Sebagaimana dijelaskan oleh Sami bin
Abdullah al-Maghluts dalam kitabnya
Athlas Tarikh al-Anbiya wa ar-Rusul, agama Samawi itu adalah Islam,
Yahudi, Nasrani, Hanif, dan Shabiyah
Mandaiyah. Agama Islam, nabinya
adalah Muhammad SAW, Yahudi
(Musa), Nasrani (Isa), Hanif (Ibrahim),
OAYLIFE COMdan Shabiyah Mandaiyah (Yahya). Dan, para nabi tersebut juga
diperintahkan oleh Allah SWT untuk
mendirikan shalat sebagai suatu
kewajiban atas diri mereka dan
umatnya. Nabi Ibrahim, Ismail, dan
Ishak juga diperintahkan shalat. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebagian keturunanku
di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah
Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya
Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka
jadikanlah hati sebagian manusia
cenderung kepada mereka dan beri
rezekilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka
bersyukur." (Ibrahim [14] 37). Lihat juga dalam ayat ke-40. Nabi Musa dan Harun pun demikian.
"Dan Kami wahyukan kepada Musa
dan saudaranya Ambillah olehmu
berdua beberapa buah rumah di Mesir
untuk tempat tinggal bagi kaummu
dan jadikanlah olehmu rumah- rumahmu itu tempat shalat dan
dirikanlah olehmu shalat serta
gembirakanlah orang-orang yang
beriman." (Yunus [10] 87). Nabi Daud
juga mendirikan shalat, sebagaimana
tertera dalam Mazmur 119 ayat 62. "Di tengah malam aku bangun untuk
memuji-Mu ...." Nabi Zakaria juga mendirikan shalat,
sebagaimana terdapat dalam surah Ali
Imran [3] 39. "Kemudian Malaikat
(Jibril) memanggil Zakariya, sedang ia
tengah berdiri melakukan shalat di
mihrab." Nabi Isa juga shalat. "Berkata Isa Sesungguhnya aku ini hamba
Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil)
dan Dia menjadikan aku seorang nabi,
dan Dia menjadikan aku seorang yang
diberkati di mana saja aku berada,
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku
hidup; dan berbakti kepada ibuku,
dan Dia tidak menjadikan aku seorang
yang sombong lagi celaka. Dan
kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan,
pada hari aku meninggal dan pada
hari aku dibangkitkan hidup
kembali." (QS Maryam [19] 30-33). Bahkan, Luqman juga memerintahkan
shalat kepada anak atau
keturunannya. (QS Luqman [31] 17).
Dan kaum bani Israil, Yahudi dan
Nasrani, juga diperintahkan untuk
shalat. "Padahal, mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS
Al-Bayyinah (98J 5). Shalat Nasrani dan Yahudi Menurut Jawwad Ali, kata shalat
berasal dari bahasa Aramaic-bahasa
ibu Yesus Kristus dan bahasa ash
sebagian besar Kitab Daniel dan Ezra
serta bahasa utama Talmud-dari suku
kata shad-lam-alif; shala yang memiliki arti rukuk, atau merunduk (inhina).
Istilah "shalat" digunakan untuk
merepresentasikan praktik ritual
keagamaan, dan kata "shalat" ini
kemudian digunakan oleh kalangan
Yahudi sehingga sejak saat itu kata "shalat" menjadi bahasa Aramaic-
Ibrani. Umat Yahudi menggunakan
kata "shalutah" pada masa akhir
periode Taurat. Hal ini dikuatkan oleh pendapat
seorang sahabat terkemuka, Ibnu
Abbas, yang menyatakan bahwa kata
"shala" berasal dari bahasa Ibrani
"shaluta" yang bermakna "tempat
ibadah Yahudi". Istilah "shaluta" sendiri pada perkembangannya
masuk ke dalam bahasa Arab melalui
tradisi Judeo-Kristiani dan kontak
interaktif dengan komunitas Yahudi
Ahli Kitab. Begitulah pemaparan awal
Dr Jawwad Ali tentang shalat yang ditelaahnya secara filologis. Dikemukakan pula bahwa
berdasarkan syair Jahiliyah, terdapat
keterangan yang mengisyaratkan
adanya informasi perihal ibadah kaum
Yahudi dan Nasrani, yang mencakup
gerakan rukuk, sujud, dan membaca tasbih. Shalat-shalat kaum Yahudi dan
Nasrani pada umumnya tidaklah
dikenal oleh kaum Jahiliyah-pagan.
Namun, bagi sebagian kaum Jahiliyah
yang pernah berinteraksi dengan
orang-orang Yahudi dan Nasrani pada masa itu, ritual shalat orang-orang
Yahudi dan Nasrani betul-betul
mereka ketahui. Kaum pagan yang selalu
melaksanakan haji pada musim-
musim tertentu dan pada saat itu pun
memiliki tata cara tersendiri untuk
mendekatkan diri kepada berhala-
berhala mereka. Ini menandakan bahwa aktivitas penyem-bahan
bernama ritual dikenal oleh komunitas
paling primitif sekalipun. Dengan
demikian, shalat adalah hal yang
bersifat integral dengan semua
doktrin agama. Tentu, konsep ritual shalat dalam setiap agama adalah
berbeda-beda, pun tata-caranya
variatif. Hal ini menjadi concern para pakar
studi agama, bahwa suku-suku kuno,
bahkan suku Barbar sekalipun,
memiliki ritual khusus yang mereka
sebut "shalat". Di antara penemuan
arkeologadalah teks-teks kuno yang dahulu dibaca oleh orang-orang
Assyiria dan Babilonia dalam ritual
shalat mereka. Indikasi yang
menyebutkan adanya praktik ritual
shalat di kalangan pagan Makkah,
misalnya tertera dalam salah satu ayat Alquran, surah al-Anfal [8] ayat 35
"Doa-doa mereka di sekitar Baitullah
itu tak lain hanya sekadar siulan dan
tepukan tangan". Hal ini dijelaskan pula oleh para ahli
tafsir bahwa kaum Quraisy pagan juga
melakukan thawaf dengan telanjang,
bersiul, dan bertepuk tangan. Frasa
"shalatuhum" dalam ayat di atas
artinya "doa-doa mereka"; mereka bersiul dan bertepuk tangan sebagai
doa dan tasbih. Bentuk-bentuk shalat Setiap agama menentukan bentuk
khusus ritual shalat yang sesuai
dengan konsep agama masing-
masing dan kaidah-kaidahyang
memanifestasikan pengagungan
kepada Tuhan. Sebagian agama menetapkan tata cara shalat berupa
diam berkontemplasi dan menghadap
kepada Tuhan (bagi agama
monotheis) atau tuhan-tuhan (bagi
agama politheis). Sebagian agama lain menetapkan tata
cara berupa gerakan kemudian diam
dengan tenang diiringi bacaan-
bacaan khusus yang dihafal. Dan,
masih ada bentuk-bentuk ritual yang
lain. Hanya saja, diam dengan tenang ketika berkomunikasi dengan Tuhan
hampir menjadi tiang pokok ritual
kebanyakan agama, kemudian
diteruskan dengan gerakan rukuk
dan sujud. Pada umumnya, sujud dilakukan di
depan berhala-berhala. Dan, sujud
merupakan ungkapan pengagungan
terhadap objek yang disembah.
Agama Yahudi menilai sujud yang
benar adalah yang semata-mata ditujukan kepada Tuhan Pencipta,
sedangkan sujud kepada manusia
adalah sujud paganis-tik. Orang Arab
(pagan) menolak rukuk dan sujud
lantaran dua gerakan tersebut dinilai
sebagai simbol kerendahan dan kehinaan. Dalam beberapa tayangan yang ada di
Youtube tentang shalat orang Yahudi
(Jewish Prayers), shalatnya mereka
hampir mirip dengan shalat umat
Islam. Mereka mengangkat kedua
tangan, kemudian bersedekap, latu rukuk dan sujud. Hanya saja,
sujudnya mereka ada perbedaan.
Demikian juga dengan orang-orang
Nasrani. Karena itu, menurut Dr
Jawwad Ali, walaupun shalat
merupakan ajaran agama-agama dahulu, bukan berarti Islam meng-
copy paste praktik shalat itu secara
mentah-mentah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar