Abbad bin Bisyr
adalah seorang
sahabat yang tidak
asing dalam sejarah dakwah Islam. Ia tidak hanya
termasuk di antara para ‘abid (ahli ibadah), tapi juga tergolong
kalangan para pahlawan yang
gagah berani dalam menegakkan
kalimah Allah. Tidak hanya itu, ia
juga seorang penguasa yang cakap,
berbobot dan dipercaya dalam urusan harta kekayaan kaum
Muslimin. Ketika Islam mulai tersiar di Madinah,
Abbad bin Bisyr Al-Asyhaly masih
muda. Dalam kegiatan sehari-hari dia
memperlihatkan tingkah laku yang
baik, bersikap seperti orang-orang
yang sudah dewasa, kendati usianya belum mencapai dua puluh lima
tahun. Dia mendekatkan diri kepada
seorang dai dari Makkah, yaitu
Mush’ab bin Umair. Dalam tempo singkat, hati keduanya terikat dalam
ikatan iman yang kokoh. Abbad
mulai belajar membaca Al-Qur'an
kepada Mush ’ab. Suaranya merdu, menyejukkan dan menawan hati.
Oleh karena itu, ia terkenal di
kalangan para sahabat sebagai imam
dan pembaca Al-Qur'an. Pada suatu malam ketika Rasulullah
Saw sedang melaksanakan shalat
tahajud di rumah Aisyah yang
berdempetan dengan masjid.
Terdengar oleh beliau suara Abbad
bin Bisyr membaca Al-Qur'an dengan suara yang merdu. “Ya Aisyah, suara Abbad bin Bisyrkah itu ?” tanya Rasulullah. “Betul, ya Rasulullah!” jawab Aisyah. Rasulullah berdoa, “Ya Allah, ampunilah dia!” Abbad bin Bisyr turut berperang
bersama Rasulullah Saw dalam tiap
peperangan yang beliau pimpin.
Dalam peperangan-peperangan itu
dia bertugas sebagai pembawa Al-
Qur'an. Ketika Rasulullah kembali dari
Perang Dzatur Riqa’, beliau beristirahat dengan seluruh pasukan
Muslim di lereng sebuah bukit.
Setibanya di tempat perhentian di
atas bukit Rasulullah bertanya,
“Siapa yang bertugas jaga malam ini?” Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir
berdiri, “Kami, ya Rasulullah !” kata keduanya serentak. Rasulullah telah
menjadikan keduanya bersaudara
ketika kaum Muhajirin baru tiba di
Madinah. Ketika keduanya keluar ke pos
penjagaan, Abbad bertanya kepada
Ammar, “Siapa di antara kita yang berjaga terlebih dahulu?” “Aku yang tidur lebih dahulu, ” jawab Ammar yang bersiap-siap untuk
berbaring tidak jauh dari tempat
penjagaan. Dalam suasana malam yang tenang
dan hening, Abbad shalat malam dan
larut dalam manisnya ayat-ayat Al-
Qur'an yang dibacanya. Dalam shalat
itu ia membaca surat Al-Kahfi dengan
suara memilukan bagi siapa saja yang mendengarnya. Ketika Abbad tenggelam dalam
mahabbah dengan Rabb-nya,
seorang laki-laki datang dengan
tergesa-gesa dan melihat seorang
hamba Allah sedang beribadah.
Lelaki itu yakin bahwa Rasulullah ada di tempat itu dan orang yang
sedang shalat itu adalah pengawal
yang bertugas jaga. Orang itu menyiapkan anak panah
dan memanah Abbad dengan tepat
mengenai tubuhnya. Abbad
mencabut anak panah yang
bersarang di tubuhnya sambil
meneruskan bacaan dan tenggelam dalam shalat. Orang itu memanah lagi
dan mengenai Abbad dengan jitu.
Abbad kembali mencabut anak
panah lalu meneruskan ibadahnya.
Kemudian orang itu memanah lagi.
Abbad mencabut lagi anak panah dari tubuhnya seperti dua anak
panah terdahulu. Giliran jaga bagi Ammar bin Yasir pun
tiba. Abbad merangkak ke dekat
saudaranya yang tidur, lalu
membangunkannya seraya berkata,
“Bangunlah! Aku terluka parah dan lemas.” Sementara itu, melihat mereka
berdua, si pemanah buru-buru
melarikan diri. Ammar menoleh ke
arah Abbad dan melihat darah
bercucuran dari tiga luka di
tubuhnya. “Subhanallah! Mengapa engkau tidak membangunkan aku
ketika panah pertama
mengenaimu?” tanyanya keheranan. “Aku sedang membaca Al-Qur'an dalam shalat. Aku tidak ingin
memutuskan bacaanku sebelum
selesai. Demi Allah, kalaulah tidak
karena takut akan menyia-nyiakan
tugas jaga yang dibebankan
Rasulullah, menjaga pos perkemahan kaum Muslimin, biarlah
tubuhku putus daripada
memutuskan bacaan dalam shalat, ” jawab Abbad. Ketika perang memberantas orang-
orang murtad berkecamuk pada
masa Khalifah Abu Bakar Ash-
Shiddiq, khalifah menyiapkan
pasukan besar untuk menindas
kekacauan yang ditimbulkan oleh Musailamah Al-Kadzab. Abbad bin
Bisyr termasuk pelopor dalam
pasukan tersebut. Abbad dan pasukannya menyerbu
dan memecah pasukan musuh, serta
menebar maut dengan pedangnya.
Kemunculannya menyebabkan
pasukan Musailamah Al-Kadzab
terdesak mundur dan melarikan diri ke Kebun Maut. Di sana, dekat pagar tembok Kebun
Maut, Abbad gugur sebagai syahid.
Tubuhnya penuh dengan luka bekas
bacokan pedang, tusukan lembing,
dan panah yang menancap. Para
sahabat hampir tak ada yang mengenalinya, kecuali setelah
melihat beberapa tanda di bagian
tubuhnya yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar