Jumat, 20 Mei 2011

Siapakah Orang Musyrik Itu ?

Pernah ada seorang laki-laki datang
bertanya kepada Rasulullah saw
tentang ayahnya yang meninggal pada
zaman fatrah (zaman ketika tidak ada
dakwah) di atas ajaran syirik, maka
Rasulullah menjawab: “Ayahmu di neraka ”, mendengar jawaban itu si laki-laki mukanya merah, dan ketika
dia berpaling, Rasulullah saw
memanggilnya dan mengatakan
kepadanya: “Ayahku dan ayahmu di neraka. ” (HR. Muslim) Ikhwani fillah, materi yang akan kita
kaji sekarang adalah tentang
penamaan musyrik. Siapakah yang
disebut orang musyrik itu? Kapan
seseorang dikatakan musyrik? Apakah
ada kaitan antara penamaan musyrik dengan tegaknya hujjah? Apakah
pelaku syirik akbar yang jahil bisa
dikatakan musyrik? Mari kita
mengkajinya dengan berlandaskan Al-
Qur’an, As-Sunnah serta ijma dan pernyataan para ulama dakwah
Tauhid. Syirik adalah lawan Tauhid, maka tidak
ada Tauhid bila syirik terdapat pada
diri seseorang. Orang yang berbuat
syirik akbar dengan sengaja tanpa ada
unsur paksaan maka dia itu musyrik,
baik laki-laki atau perempuan, baik mengaku Islam atau tidak,
berdasarkan dalil-dalil berikut ini: *Dalil dari Kitabullah (Al-Qur ’an): ﻩﺮﺟﺄﻓ ﻙﺭﺎﺠﺘﺳﺍ ﻦﻴﻛﺮﺸﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﺪﺣﺃ ﻥﺇﻭ ﻪﻠﻟﺍ ﻡﻼﻛ ﻊﻤﺴﻳ ﻰﺘﺣ “Dan bila ada satu orang dari kalangan orang-orang musyrik meminta
perlindungan kepadamu, maka berilah
dia perlindungan sampai dia
mendengar firman Allah. ” (At Taubah: 6). Dalam ayat ini Allah namakan pelaku
syirik sebagai orang musyrik,
meskipun dia belum mendengar
firman Allah SWT, apa gerangan
dengan pelaku syirik yang telah
mendengar firman Allah SWT, Al Qur ’an dia baca dan terjemahannya dia miliki
pula. Bila ada yang mengatakan: “Ayat itu berkenaan dengan para penyembah
berhala, tapi kenapa kamu terapkan
kepada orang yang mengaku Islam,
dia shalat, zakat, dll hanya karena
melakukan syirik akbar ?” Jawabnya: Silakan rujuk kitab Kasyfusy
Syubuhat karya Syaikh Muhammad
Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah
supaya lebih jelas. ﺍﻭﺮﻔﻐﺘﺴﻳ ﻥﺃ ﺍﻮﻨﻣﺍﺀ ﻦﻳﺬﻟﺍﻭ ﻲﺒﻨﻠﻟ ﻥﺎﻛ ﺎﻣ ﻰﺑﺮﻗ ﻲﻟﻭﺃ ﺍﻮﻧﺎﻛ ﻮﻟﻭ ﻦﻴﻛﺮﺸﻤﻠﻟ “Tidak selayaknya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman
memintakan ampunan bagi kaum
musyrikin, meskipun mereka itu
kerabat dekat. ” (At Taubah: 113). Ayat ini berkenaan dengan Rasulullah
saw saat minta izin kepada Allah SWT
untuk memintakan ampunan buat
ibunya yang meninggal sebelum
Rasulullah saw diutus, dan meninggal
di atas ajaran kaumnya yang syirik. Allah SWT golongkan ibunya dalam
jajaran kaum musyrikin padahal belum
ada dakwah dan hujjah risaliyyah lagi
mereka bodoh. Apa gerangan dengan
pelaku syirik akbar yang mengaku
Islam, padahal hujjah ada di sekeliling mereka dan Al Qur ’an mereka baca lagi mereka hafal. Kalau ada yang berkata: “ Kenapa orang yang mengaku Islam dan rajin
beribadah kepada Allah SWT, tapi dia
berbuat syirik akbar karena
kebodohannya dikatakan musyrik ?” Jawab: Di dalam Al Qur ’an dan As Sunnah yang diperintahkan bukan
ibadah kepada Allah, tapi beribadah
kepada Allah dan meninggalkan syirik,
yaitu memurnikan ketundukan hanya
kepada-Nya. Allah swt berfirman: ﺎﺌﻴﺷ ﻪﺑ ﺍﻮﻛﺮﺸﺗ ﻻﻭ ﻪﻠﻟﺍ ﺍﻭﺪﺒﻋﺍﻭ “Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan menyekutukan
sesuatupun dengan-Nya.” (An Nisaa: 36). Saya bertanya: “Apakah orang yang meminta kepada yang sudah mati itu
disebut menyekutukan Allah SWT atau
tidak? Apakah yang ikut dalam sistem
demokrasi itu menyekutukan Allah
SWT atau tidak?” ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻪﻟ ﻦﻴﺼﻠﺨﻣ ﻪﻠﻟﺍ ﺍﻭﺪﺒﻌﻴﻟ ﻻﺇ ﺍﻭﺮﻣﺃ ﺎﻣﻭ ﺀﺎﻔﻨﺣ “Dan mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah kepada Allah
seraya memurnikan seluruh dien
(ketundukan) hanya kepada-Nya lagi
mereka itu hanif. ” (Al Bayyinah: 5). Saya bertanya: “Apakah orang yang menyandarkan hak hukum kepada
rakyat atau wakil-wakilnya itu telah
memurnikan dien (ketundukan)
seluruhnya kepada Allah atau
sebaliknya?, padahal hukum itu adalah
dien”: ﻚﻟﺫ ﻩﺎﻳﺇ ﻻﺇ ﺍﻭﺪﺒﻌﺗ ﻻﺃ ﺮﻣﺃ ﻪﻠﻟ ﻻﺇ ﻢﻜﺤﻟﺍ ﻥﺇ ﻢﻴﻘﻟﺍ ﻦﻳﺪﻟﺍ “Hak hukum (putusan) hanyalah milik Allah. Dia memerintahkan agar kalian
tidak beribadah kecuali kepada-Nya.
Itulah dien yang lurus.” (Yusuf: 40). ﻚﻠﻤﻟﺍ ﻦﻳﺩ ﻲﻓ ﻩﺎﺧﺃ ﺬﺧﺄﻴﻟ ﻥﺎﻛ ﺎﻣ “Dia (Yusuf) tidak mungkin membawa saudaranya pada dien (UU/Hukum)
raja itu.” (Yusuf: 76). Orang yang di samping beribadah
kepada Allah juga beribadah kepada
yang lainnya, sesungguhnya dia itu
tidak dianggap beribadah kepada
Allah SWT, ﻥﻭﺮﻓﺎﻜﻟﺍ ﺎﻬﻳﺃﺎﻳ ﻞﻗ , ﻥﻭﺪﺒﻌﺗ ﺎﻣ ﺪﺒﻋﺃ ﻻ “Katakanlah: “Wahai orang-orang kafir, aku tidak beribadah kepada
tuhan-tuhan yang kalian ibadati. ” (Al Kaafiruun: 1-2). Dalam surat ini Rasulullah saw
diperintahkan untuk menyatakan: «
Saya tidak akan beribadah kepada
tuhan-tuhan yang kalian ibadati wahai
orang-orang kafir Quraisy ! », padahal
di antara tuhan yang mereka ibadati itu adalah Allah. Berarti Rasulullah tidak
akan beribadah kepada Allah juga?
Ibnul Qayyim rahimahullah
menjelaskan bahwa peribadatan
mereka kepada Allah itu tidak
dianggap karena mereka ibadah kepada yang lain-Nya. Rasulullah saw bersabda di dalam
hadits shahih: “Hak atas hamba- hamba-Nya adalah mereka beribadah
kepada-Nya dan mereka tidak
menyekutukan sesuatupun dengan-
Nya.” Jadi penafian syirik adalah syarat
dalam beribadah kepada Allah SWT.
Maka dari itu Ibnul Qayyim
rahimahullah menjelaskan bahwa:
“Islam adalah mentauhidkan Allah dan beribadah kepada-Nya saja tidak ada
sekutu bagi-Nya …”. (Thariq Al Hijratain, Thabaqah yang ke-17). ﻪﻠﻟﺍ ﻥﻭﺩ ﻦﻣ ﺎﺑﺎﺑﺭﺃ ﻢﻬﻧﺎﺒﻫﺭﻭ ﻢﻫﺭﺎﺒﺣﺃ ﺍﻭﺬﺨﺗﺍ ﺎﻬﻟﺇ ﺍﻭﺪﺒﻌﻴﻟ ﻻﺇ ﺍﻭﺮﻣﺃ ﺎﻣﻭ ﻢﻳﺮﻣ ﻦﺑﺍ ﺢﻴﺴﻤﻟﺍﻭ ﻥﻮﻛﺮﺸﻳ ﺎﻤﻋ ﻪﻧﺎﺤﺒﺳ ﻮﻫ ﻻﺇ ﻪﻟﺇ ﻻ ﺍﺪﺣﺍﻭ “Mereka (orang-orang Nashrani) telah menjadikan para ulama dan para rahib
(ahli ibadah) mereka sebagai arbaab
(tuhan-tuhan) selain Allah dan juga Al
Masih Ibnu Maryam, padahal mereka
tidak diperintahkan kecuali untuk
ibadah kepada Ilah yang satu, tidak ada Ilah (yang berhak diibadati)
kecuali Dia, Maha Suci Dia dari apa yang
mereka sekutukan. ” (At Taubah: 31). Dalam ayat ini Allah memvonis orang-
orang Nashrani sebagai orang-orang
musyrik, padahal mereka tidak
mengetahui bahwa sikap mereka
mengikuti ulama dan rahib dalam
aturan yang bertentangan dengan aturan Allah itu adalah bentuk ibadah
kepada ulama dan rahib itu,
sebagaimana yang Rasulullah jelaskan
dalam hadits hasan dari Addiy Ibnu
Hatim ra. Maka begitu juga para pejabat
dan aparat keamanan di negeri demokrasi, yang mana mereka itu
dengan sigap berkomitmen dengan UU
yang digulirkan oleh thaghut-thaghut
mereka. Kandungan yang tadi saya sebutkan
tentang ayat ini telah dikabarkan oleh
Al ‘Allamah Abdullah Ibnu Abdirrahman Aba Buthain dalam
Risalah Al Intishar Li Hizbillah Al
Muwahhidun. ﺏﺎﺘﻜﻟﺍ ﻞﻫﺃ ﻦﻣ ﺍﻭﺮﻔﻛ ﻦﻳﺬﻟﺍ ﻦﻜﻳ ﻢﻟ ﺔﻨﻴﺒﻟﺍ ﻢﻬﻴﺗﺄﺗ ﻰﺘﺣ ﻦﻴﻜﻔﻨﻣ ﻦﻴﻛﺮﺸﻤﻟﺍﻭ , ﺓﺮﻬﻄﻣ ﺎﻔﺤﺻ ﻮﻠﺘﻳ ﻪﻠﻟﺍ ﻦﻣ ﻝﻮﺳﺭ “Orang-orang yang kafir dari kalangan Ahlul Kitab dan kaum musyrikin tidak
pecah sehingga datang kepada
mereka bayyinah, yaitu utusan dari
Allah yang membaca lembaran-
lembaran yang disucikan. ” (Al Bayyinah: 1-2). Dikarenakan mereka berbuat syirik,
maka mereka dinamakan kaum
musyrikin meskipun rasul belum
datang kepada mereka. Apa gerangan
dengan pelaku syirik masa sekarang,
Rasul telah datang, Al Qur ’an ada di rumah mereka, bahkan sebagian
mengaku sebagai ulama dan ahli
Islam ? Tidak ragu lagi mereka itu
adalah kaum musyrikin, baik dia
ustadz, kyai, ulama atau cendekiawan
atau orang umum, karena syirik dan status musyrik tidak mengenal status. Al Imam Su ’ud Ibnu Abdil Aziz Ibnu Muhammad Ibnu Su’ud rahimahullah berkata: “Siapa yang memalingkan satu macam dari (ibadah) itu kepada
selain Allah, maka dia itu musyrik, baik
dia itu ahli ibadah atau orang fasiq, dan
sama saja tujuannya baik atau
buruk. ” (Ad Durar As Saniyyah 9/270). Syaikh Muhammad rahimahullah
berkata kepada hakim agung Riyadh
yang bernama Sulaiman Ibnu Suhaim:
“Tapi kamu adalah laki-laki yang bodoh lagi musyrik. ” Lihat Risalah kepadanya dalam Tarikh Nejd. Sebenarnya masih banyak ayat-ayat
yang memvonis pelaku syirik akbar
sebagai musyrik, padahal hujjah
risaliyyah belum tegak. Namun banyak orang saat membaca
ayat-ayat tentang kaum musyrikin,
mereka hanya menafsirkannya
dengan orang-orang musyrik Arab,
dan jarang yang mau menafsirkannya
seraya menghubungkannya dengan realita masyarakat di sekelilingnya,
maka dari itu banyak yang jatuh
kepada kemusyrikan tanpa disadari. Umar Ibnul Khaththab ra berkata:
“Orang-orang itu telah lalu, dan tidak dimaksud oleh dalil itu kecuali kalian. ” Beliau berkata lagi: “Ikatan-ikatan Islam ini lepas satu demi satu bila
tumbuh di dalam Islam ini orang yang
tidak mengenal jahiliyyah. ” * Dalil-dalil dari As Sunnah: Pernah ada seorang laki-laki datang
bertanya kepada Rasulullah saw
tentang ayahnya yang meninggal pada
zaman fatrah (zaman ketika tidak ada
dakwah) di atas ajaran syirik, maka
Rasulullah menjawab: “Ayahmu di neraka ”, mendengar jawaban itu si laki-laki mukanya merah, dan ketika
dia berpaling, Rasulullah saw
memanggilnya dan mengatakan
kepadanya: “Ayahku dan ayahmu di neraka. ” (HR. Muslim). Ayah Rasulullah ~’Abdullah~ meninggal pada zaman jahiliyyah, saat
tidak ada dakwah dan tidak ada hujjah
risaliyyah, meninggal di atas ajaran
syirik kaumnya. Rasulullah bukan
hanya menetapkan status nama di
dunia tapi juga langsung hukum pasti bagi ayahnya di akhirat kelak, berupa
api neraka. Dari hadits ini Imam
Nawawiy rahimahullah menyatakan
bahwa orang yang berbuat syirik
akbar, baik zaman fatrah atau bukan,
baik ada dakwah atau tidak, dia itu adalah calon penghuni neraka. Sebagian ulama yang lain sepakat
dengan penamaan status musyrik di
dunia, namun masalah akhirat adalah
lain. Apa gerangan dengan pelaku
syirik akbar masa sekarang, karena
Rasulullah sudah diutus, dakwah ada, hujjah beraneka ragam bentuknya,
dan Al Qur ’an dilantunkan di masjid- masjid, sungguh mereka itu adalah
orang-orang musyrik bukan kaum
muslimin. Di antara mereka ada yang
meminta ke kuburan keramat, ada
yang membuat tumbal, sesajen, dan
ada pula yang menyandarkan wewenang hukum kepada selain Allah
SWT. Mereka adalah kaum musyrikin
tanpa diragukan lagi. Ada rombongan dari Banu Al Muntafiq,
mereka bertanya tentang ayah mereka
Al Muntafiq yang meninggal pada
zaman fatrah. Rasulullah menjelaskan
bahwa dia itu di neraka, kemudian
beliau menyatakan: “Demi Allah, kamu tidak melewati satu kuburan pun dari
orang ‘Amiriy atau Quraisy dari kalangan orang musyrik, maka
katakan: “Saya diutus kepada kalian oleh Muhammad untuk memberi kabar
bahwa kalian digusur di dalam api
neraka. ” (Shahih, riwayat Al Imam Ahmad). Dalam hadits ini orang yang meninggal
di atas syirik dari kalangan Ahlul Fatrah
disebut musyrik. Apa halnya dengan
zaman bukan fatrah? Apa faidah kalian membela-bela para
pelaku syirik akbar wahai maz ’uum? Kalian tidak tegakkan hujjah atas dia,
kalian bela dia, kalian akrab
bercengkerama dengannya.
Sementara kaum muwahhidin yang
bara’ dari syirik dan para pelakunya serta telah menegakkan hujjah atas
mereka, kalian justeru memusuhinya
dan membencinya. Inikah ciri Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah atau justeru ini ciri Ahlul Bid ’ah Wadldlalalah?. Inikah manhaj As Salaf Ash Shalih yang kalian
klaim atau justeru ciri Khawarij
Azariqah yang kalian tuduhkan
kepada kami wahai maz ’uum? *Ijma para ulama Para ulama ijma bahwa orang yang
berbuat syirik akbar itu dinamakan
musyrik. Hal yang menjadi perdebatan
mereka itu hanyalah tentang masalah
‘adzab di akhirat bagi yang belum tegak hujjah risaliyyah atasnya.
Adapun masalah nama di dunia
mereka sepakat bahwa ia adalah
musyrik. Sehingga mereka sepakat
bahwa status anak orang musyrik di
dunia adalah musyrik, namun perbedaan di antara mereka hanya
dalam masalah status akhirat, dia ke
surga atau ke neraka. Di dunia tentang
nama sepakat, sehingga anak-anak
orang musyrik dijadikan budak,
sedangkan orang muslim itu tidak bisa dijadikan budak di awalnya. Syaikh Hamd Ibnu ‘Atiq rahimahullah berkata: “Para ulama ijma bahwa orang yang memalingkan satu macam
dari 2 do’a (do’a ibadah dan do’a permintaan) kepada selain Allah maka
dia itu telah musyrik, meskipun
mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah,
shalat, dan mengaku muslim. ” (Ibthal At Tandid). Orang yang berbuat syirik akbar
namun dia masih rajin shalat, dsb,
padahal sebenarnya dia tahu bahwa
orang musyrik itu amalannya tak
berarti, kekal di neraka bila mati di
atasnya, serta tidak diampuni. Itu terjadi tak lain karena dia tidak tahu
bahwa yang dia lakukan itu perbuatan
syirik atau tidak tahu bahwa dirinya
musyrik, namun demikian para ulama
sepakat bahwa orang jahil itu adalah
musyrik. Para ulama juga ijma bahwa hal paling
pertama yang diserukan semua Rasul
adalah ajakan beribadah kepada Allah
SWT dan penanggalan syirik yang
mereka lakukan. Para rasul itu
mengkhithabi kaumnya atas dasar mereka itu adalah orang-orang
musyrik. Umat para Rasul itu adalah
musyrikin saat sebelum menerima
dakwahnya. Azar ayah Ibrahim adalah
musyrik sebelum Ibrahim diutus,
Abdul Muththalib juga berstatus musyrik. Bahkan para ulama menjelaskan
bahwa nama musyrik itu ada sebelum
adanya Risalah. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Nama musyrik itu sudah ada sebelum risalah, karena dia (pelakunya)
menyekutukan Tuhannya, menjadikan
tandingan bagi-Nya dan mengangkat
tuhan-tuhan lain bersama-
Nya.” (Majmu Al Fatawa: 20/38). Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab
rahimahullah berkata saat menjelaskan
para pelaku syirik yang mengaku
muslim: “Maka macam orang-orang musyrik itu dan yang semisal dengan
mereka dari kalangan yang beribadah
kepada para wali dan orang-orang
shalih, kami vonis mereka itu sebagai
orang-orang musyrik, dan kami
memandang kekafiran mereka bila hujjah risaliyyah telah tegak atas
mereka. ” (Ad Durar 1/322 cet. lama). Pelaku syirik akbar bila belum tegak
hujjah dinamakan musyrik, sedangkan
bila sudah tegak hujjah atasnya maka
dinamakan musyrik kafir. Bila antum tidak mengenal (istilah) ini,
maka bisa jatuh ke dalam kekeliruan
yang luar biasa fatalnya, seperti yang
dialami kalangan (salafi) maz ’uum dewasa ini. Syaikh Hamd Ibnu Nashir Alu
Mu’ammar dan putra-putra Syaikh Muhamamd Ibnu Abdil Wahhab
berkata tentang para pelaku syirik
yang mengaku Islam yang belum
tersentuh dakwah tauhid: “Bila dia melakukan kemusyrikan dan
kekafiran karena kebodohan dan
tidak adanya orang yang
mengingatkannya maka kami tidak
memvonis dia kafir hingga hujjah
risaliyyah ditegakkan atasnya, namun kami tidak menghukumi dia sebagai
orang muslim.” (Ad Durar). Dia bukan orang kafir karena belum
tegak hujjah risaliyyah, dan dia bukan
muslim karena melakukan syirik
akbar, tapi dia musyrik. Semoga antum
faham istilah ini. Orang yang tidak memahami istilah ini
dari kalangan maz ’uumin di negeri ini, mereka ngawur dalam memahami
maksud perkataan para ulama
dakwah tauhid. Mereka kira bahwa
jika bukan kafir artinya dia itu muslim.
Ini salah besar yang bersumber dari
ketidakfahaman akan hakikat Al Islam. Saat mereka mendapatkan pernyataan
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab
rahimahullah bahwa, “Bagaimana kami mengkafirkan orang jahil yang
menyembah Qubbah Kawwaz …” mereka langsung loncat girang seraya
mengatakan bahwa pelaku syirik
akbar yang jahil itu tidak kafir tapi
muslim sebagaimana perkataan Syaikh
tadi. Alangkah dungunya mereka itu,
mereka tak ubahnya bagaikan lalat
yang tidak mau hinggap kecuali pada
benda kotor, sedang yang bersih
dijauhinya. Begitu juga mereka hanya
mencari ucapan-ucapan yang samar dan meninggalkan ucapan-ucapannya
yang jelas yang berlandaskan Al Kitab
dan As Sunnah serta Ijma. Jarimah mereka itu tidak cukup disitu,
tapi mereka menambahnya. Mereka
mengambil perkataan Syaikh
Muhammad tentang Ahlu Fatrah atau
yang belum tersentuh dakwah yang
mereka fahami secara keliru itu, terus mereka menerapkannya kepada
orang-orang musyrik sekarang di saat
hujjah bertebaran dimana-mana
bahkan orang musyrik itu sendiri
memiliki andil dalam penyebaran
hujjah itu. Bahkan bukan sekedar orang musyrik
yang mereka bela, tapi tak kepalang
tanggung para thaghut pun ikut
mendapatkan pembelaan mereka
yang penuh ikhlash tanpa diminta. Tidaklah aneh bila mereka seperti itu,
terbukti saat penulis bertanya kepada
salah seorang Syaikh Maz ’uum ~yang pernah mereka datangkan untuk
menjegal dakwah ini~: “Apakah para penyembah kuburan yang bodoh itu
musyrikun atau muwahhidun ?” Dia diam sejenak terus menjawab: “Ya ada yang mengatakan mereka itu
muwahhidun.” Kalau antum ingin mengetahui siapa
orangnya yang mengatakan mereka
itu muwahhidun (maksudnya
muslimun), ketahuilah dia adalah
Dawud Ibnu Jirjis Al Iraqi, salah
seorang musuh dakwah tauhid. Silakan rujuk Minhaj At Ta ’sis Fi Kasyfi Syubuhat Dawud Ibni Jirjis karya
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman
Ibnu Hasan Alu Asy Syaikh. Syaikh Abdullah Aba Buthain
rahimahullah berkata: “Orang yang berbuat syirik itu musyrik, baik mau
atau tidak (dengan nama itu). ” (Al Intishar). Ini adalah sekilas tentang penamaan
musyrik bagi pelaku syirik akbar. Semoga antum sekalian memahaminya
dan Allah SWT membukakan dengan
kunci ini ilmu-ilmu Tauhid lainnya.
Jangan lupa doakan kami dan
keluarga agar diberikan kebaikan di
dunia dan akhirat. Serta kami tidak akan lupa berdoa semoga kita
dikuatkan di atas tauhid ini sampai ruh
meninggalkan jasad kita ini. Amin ya Rabbal ‘Aalamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar