Kamis, 05 Mei 2011

Sekilas Hidup Usamah bin Ladin (Habis). Usamah Meminta Anaknya tak Masuk Alqaidah

REPUBLIKA.CO.ID,
Usamah bin Ladin
adalah sosok yang
kontroversial di mata
dunia. Bagi sebagian ia adalah teroris tulen yang seakan
berhati dingin dan kejam. Tapi bagi
sebagian lain, Usamah adalah simbol
perlawanan atas hegemoni Amerika
Serikat dan Eropa atas kesewenang-
wenangan mereka terhadap dunia Islam. Tak lupa, Usamah juga pernah
bekerja sama dengan AS di
Afghanistan untuk mengusir Sovyet.
Kini setelah dikabarkan tewas dalam
penyergapan di Abbottabad,
Pakistan, Usamah tetap menjadi sosok yang misterius. Republika
mencoba menguliti sedikit
kehidupan pribadi Usamah bin Ladin,
keturunan konglomerat Mohammed
bin Ladin asal Arab Saudi. Bagaimana masa kecilnya. Apa yang
mempengaruhi pergerakan Usamah.
Mengambil bahan dari buku
pemenang hadiah Pullitzer 2007, The
Looming Tower karangan Lawrence
Right, berikut tulisan terakhir episode kehidupan Usamah bin
Ladin. Selamat menikmati: Sebuah video kaset dikirim ke
stasiun televisi Aljazeera biro
Pakistan, 7 Oktober 2001. Isinya
adalah Usamah bin Ladin memuji
serangan ke WTC. "Itulah Amerika
Serikat. Diserang oleh kekuatan Tuhan di titik yang paling lemah.
Gedung tertinggi mereka hancur.
Terima kasih Tuhan! Kini rakyat AS
ketakutan. Dari utara ke selatan dari
timur ke barat. Terima kasih Tuhan!"
kata Usamah. "Peristiwa ini telah membelah dunia
menjadi dua. Pertama adalah mereka
yang percaya. Kedua adalah mereka
yang kafir. Semoga Tuhan
menjauhkan kita dari kaum kafir.
Setiap muslim harus membuat agamanya berjaya. Angin
kemenangan telah datang,"
sambung Usamah. Tayangan ini
beredar di tiap televisi di barat.
Menjadikan Usamah sebagai musuh
nomor satu mereka. Dalam satu kesempatan, Usamah dan
Zawahiri bertemu dengan Khaled bin
Ouda di Kandahar. "Kami telah
merencanakan dan mengkalkulasi
semuanya. Kami mengestimasi
korban jatuh dari pihak musuh. Kami sudah memperkirakan penumpang
pesawat yang jadi korban dan para
penghuni perkantoran di tiga atau
empat tingkat dari tempat pesawat
menabrak. Saya optimistis terhadap
rencana ini," kata Usamah. Ia menambahkan, "Bahan bakar dari
pesawat yang menabrak akan
menambah efek panas pada
gedung. Baja penopang gedung
akan memanas, berubah warna jadi
merah, dan kehilangan kekuatannya untuk menopang gedung. Jadi,
kalau pesawat menabrak gedung di
bagian ini," Usamah menirukan
gedung dengan tangannya.
"Sebagian dari gedung itu akan
hancur. Itulah yang kita harapkan." Presiden AS George W Bush segera
melancarkan serangan ke
Afghanistan, terutama wilayah Tora
Bora. Tempat Usamah dan
pengikutnya bersembunyi. Di
kawasan pegunungan batu yang penuh gua ini, Usamah dan Zawahiri
berupaya menaikkan semangat
anggota Alqaidah. Sebab saban hari
mereka dibombardir oleh pesawat
tempur AS. "Kekuatan kami hanya
sekitar 300 mujahidin," kata Usamah. "Tapi kami mampu menggali seratus
lorong bawah tanah yang tersebar di
Tora Bora sehingga mereka susah
menemukan kami," katanya. Pada 17 Desember 2001, Usamah
menulis surat. Ia merasa dikhianati
oleh kaum Muslim yang enggan ikut
serta dalam perjuangannya di
Afghanistan. Berbeda ketika ia
berjuang melawan Sovyet dahulu. Bahkan sekutunya, Taliban, pun
menarik dukungan. Hanya sebagian
kelompok yang masih setia. "Banyak
yang menyerah atau melarikan diri,"
tulis Usamah. Pertempuran Tora Bora
memperlemah kekuatan Alqaidah.
Tapi Usamah dan petinggi Alqaidah
selamat karena sudah lari ke
Pakistan. Di sini, Usamah menulis:
"Saya merasa seluruh Muslim dalam situasi seperti ini adalah saudara.
Pengeboman Kedubes AS di Afrika
Timur, hancurnya WTC dan Pentagon
adalah kemenangan besar. Meski
gerakan kami mengalami hadangan
luar biasa, tapi peristiwa-peristiwa itu adalah awal dari hancurnya Amerika
dan kaum kafir barat setelah
bertahun-tahun," katanya. Surat Usamah juga ditujukan ke istri-
istrinya. "Istriku, semoga Tuhan
memberkatimu. Kau tahu sejak hari
pertama kita menikah, jalan yang
kita tempuh tidak akan mulus. Penuh
dengan duri dan ranjau. Tapi kau telah melepaskan seluruh
kesenangan duniawi, dan
keluargamu. Kau memilih hidup
dengan keras di sisiku." Kepada anak-anaknya, Usamah
menulis: "Anak-anakku. Maafkan
ayahmu ini karena kurang
memperhatikan kalian. Ayahmu
telah memilih jalan jihad. Jalan yang
sukar yang penuh rintangan. Jika tidak dikhianati banyak orang,
ayahmu ini akan berjaya." Usamah lantas menasehati anak-
anaknya agar tidak mengikut
gerakan Alqaidah. Ia mengutip kata-
kata Khalifah Umar bin Khatab yang
meminta anaknya Abdullah untuk
tidak menjadi khalifah setelah ia meninggal. "Jika memang hidup ini
sudah baik, maka biarkanlah. Bila
tidak, maka cukup aku saja yang
menderita," kata Usamah. Pada Maret 2002, Alqaidah mencoba
mengumpulkan sisa-sisa kekuatan
mereka di pegunungan Khost. Di
atas, pesawat pengintai AS berputar-
putar mencari titik titik Alqaidah.
Sementara di darat, pasukan koalisi AS-Afghanistan berpencar ke sisi-sisi
pegunungan Khost. Mereka terus
mengejar Usamah. Titik pertempuran
terjadi di lembah Shah-e-Kot, timur
Afghanistan. Usamah dan
pengikutnya terus terkepung. Tuan tanah lokal yang biasa membantu
mereka sudah disogok oleh AS. Jalur
suplai makanan dan senjata ditutup. Namun sejumlah petinggi Alqaidah
bisa meloloskan diri ke desa
terdekat. Tempat tuan tanah
bernama Gula Jan memimpin milisi
kecil. Gula adalah simpatisan Taliban.
"Saya melihat seseorang Arab yang mengenakan kaca mata hitam dan
turban putih. Dia berpakaian seperti
Arab tapi bajunya bagus. Dia dikawal
dua orang lainnya yang
mengenakan turban tertutup," kata
Gula Jan. Pria Arab itu menegurnya dengan
sopan dan mengajaknya bergurai. Ia
bertanya soal pasukan Afghanista
dan lokasi pasukan AS dan Koalisi
Utara pemerintah. "Kami takut
bertemu mereka, tunjukkan kami jalan rahasia," pinta si pria. Gula Jan tiba-tiba ingat akan sebuah
selebaran yang ditebarkan oleh
pasukan AS sebelumnya. Dalam
selebaran itu ada wajah yang mirip
dengan pria di depannya. Sebuah
tulisan besar di selebaran itu: Ayman al Zawahiri, kepalanya seharga 25
juta dolar AS. Gula Jan kembali bercakap-cakap
dengan tamunya. Si Arab
mengatakan, "Semoga Tuhan
melindungimu dari musuh-musuh
Islam. Jangan beritahu mereka
darimana kami datang dan ke mana kami pergi," katanya. Sebuah nomor telepon tertera di
selebaran yang ada di tangan Gula
Jan. Tapi Gula Jan tak punya telepon.
Zawahiri dan penjaganya pun telah
hilang di telan debu. Mereka berkuda
ke arah pegunungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar