REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA--Usamah bin
Ladin adalah sosok
yang kontroversial di
mata dunia. Bagi sebagian ia adalah teroris tulen yang
seakan berhati dingin dan kejam. Tapi
bagi sebagian lain, Usamah adalah
simbol perlawanan atas hegemoni
Amerika Serikat dan Eropa atas
kesewenang-wenangan mereka terhadap dunia Islam. Tak lupa, Usamah juga pernah bekerja
sama dengan AS di Afghanistan untuk
mengusir Sovyet. Kini setelah
dikabarkan tewas dalam
penyergapan di Abbottabad, Pakistan,
Usamah tetap menjadi sosok yang misterius. Republika mencoba
menguliti sedikit kehidupan pribadi
Usamah bin Ladin, keturunan
konglomerat Mohammed bin Ladin
asal Arab Saudi. Bagaimana masa kecilnya. Apa yang
mempengaruhi pergerakan Usamah.
Mengambil bahan dari buku
pemenang hadiah Pullitzer 2007, The
Looming Tower karangan Lawrence
Right, berikut cuplikan episode- episode kehidupan Usamah bin Ladin.
Selamat menikmati: Usamah bin Ladin lahir dari rahim Alia
Ghanem. Gadis asal Siria yang berumur
14 tahun saat Mohammed bin Ladin
memperistrinya di 1956. Saat itu,
Mohammed sudah menjadi
pengusaha infrastruktur terkenal di Timur Tengah. Proyeknya bertebaran
di mana-mana. Di Siria, Mohamed
kerap mondar-mandir ke Pelabuhan
Latakiya. Ibu Usamah diboyong ke Arab Saudi.
Posisinya sebagai istri keempat. Figur
Alia dikabarkan lebih modern dan
sekular ketimbang istri Mohamed
yang terdahulu. Meski demikian, Alia
tetap mengenakan cadar di muka umum. Usamah lahir di Riyadh pada Januari
1958. Mohammed memberinya nama
Usamah yang berarti 'singa'. Selain itu,
nama serupa juga nama sahabat Nabi
Muhammad SAW. Saat Usamah
berumur enam bulan, seluruh keluarga besar bin Ladin pindah ke
Madinah, karena Mohamed mendapat
megaproyek renovasi Masjid Nabi. Namun selama remaja, Usamah lebih
banyak tinggal di Jeddah. Ia tinggal di
kawasan al-Amariyya. Permukiman
padat dengan jajaran toko kelontong
dan jemuran pakaian jadi
pemandangan yang biasa. Saat ini rumah lama Usamah sudah digantikan
sebuah masjid. Namun kantor
ayahnya, Mohammed yang tepat
berada di pinggir jalan nmasih berdiri. "Ayah adalah sosok yang sederhana
dan disiplin. Meskipun dia kaya, dia
tidak mengutamakan penampilan.
Rumah kami adalah rumah biasa-
biasa saja," kenang Usamah. Usamah mengenang ayahnya
mengelola keluarga layaknya
mengelola perusahaan besar. Istri dan
anak bisa disejajarkan dengan divisi,
saking banyaknya. Anak-anak jarang
sekali melihat Mohammed, karena ia sangat sibuk. Tapi ketika ia ada di
rumah, ia akan mengumpulkan
seluruh anak-anaknya di kantornya
dan bertanya tentang segala macam
hal. Tiap puasa, kenang Usamah, ayahnya
selalu mengumpulkan keluarga besar
mereka. Tiap anak mendapat kecupan
hangat dan satu koin emas. Namun
Mohammed sosok yang pendiam.
"Aku pernah membacakan puisi untuknya dan dia memberiku 100
riyal," kata Usamah. Di rumahnya yang besar, Mohammaed
kerap mengundang para sahabatnya
untuk mampir dan berbincang.
Apalagi saat musim haji. Ia doyan
berdebat soal-soal agama. Tak jarang
ulama kerajaan ia boyong ke rumahnya untuk sekedar berdebat
soal Islam. Saat usia Usamah empat tahun,
Mohammed menceraikan Alia. Alia
lantas menikahi salah satu tangan
kanan Mohammed yang bernama
Mohammed al-Attas. Usamah dan Alia
pun pindah rumah, beberapa blok dari rumah besar mereka ke Jabal al-
Arab. Tak lama setelah cerai itu,
Mohammed bin Ladin meninggal
dunia dalam kecelakaan pesawat. Di keluarga barunya, Usamah
memegang peranan penting. Ia
adalah anak tertua. Ibunya
melahirkan empat adik, tiga laki-laki
dan satu perempuan. Usamah
mengurus adik-adiknya dengan tekun. Ia ibarat orang tua ketiga bagi
mereka. Tetangga Usamah, Khaled
Batarfi, mengatakan ayah tiri Usamah
sangat mengandalkan Usamah. "Bila
ayahnya punya satu pekerjaan
penting, dia pasti minta Usamah melakukannya. Adik-adik Usamah
malah sangat takut ke Usamah
ketimbang ayah mereka," kata Batarfi. Batarfi mengingat sosok Usamah kecil
sebagai anak yang pendiam, tenang.
"Tapi kalau ia marah, sangat
mengerikan," katanya. Usamah kecil
sangat menikmati menonton televisi.
Salah satu film favoritnya di layar kaca adalah film koboi Bonanza dan Fury. Usamah juga gemar bermain bola. Di
musim panas, usai shalat subuh,
Usamah pasti sudah ada di lapangan.
Batarfi mengatakan, Usamah
sebenarnya mampu bermain bola
dengan baik, tapi saat di lapangan pikirannya kadang tak fokus. Di masa sekolah, Usamah diperlakuka
berbeda dengan anak-anak
Mohammed bin Ladin lainnya. Ketika
anak-anak bin Ladin disekolahkan ke
Lebanon, hanya Usamah yang masuk
ke sekolah lokal, al-Thagr. Namun sekolah lokal ini sangat bergengsi
karena merupakan sekolah anak raja
Arab Saudi. Ahmed Badeeb, guru sains Usamah,
mengingat Usamah sebagai anak
yang normal dengan kepintaran
biasa-biasa saja. Guru lainnya
mengatakan Usamah adalah anak
pemalu dan takut berbuat kesalahan. Di sekolah ini, Usamah harus
mengenakan seragam ala barat, yaitu
jaket dan dasi saat musim dingin, serta
celana bahan dan kemeja. Sosok Usamah saat sekolah terkenal
karena tingginya dan kerap
bergerombol. Namun di antara teman-
temannya Usamah yang paling
lamban tumbuh kumis dan jenggot.
Ketika teman-temannya punya kumis dan jenggot lebat, dagu Usamah
malah bersih dari bulu-bulu halus itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar