Kamis, 05 Mei 2011

Sekilas Hidup Usamah bin Ladin (5). Usamah Pindah ke Sudan, Merancang Perang Melawan AS

REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA--JAKARTA--
Usamah bin Ladin
adalah sosok yang
kontroversial di mata dunia. Bagi sebagian ia adalah teroris
tulen yang seakan berhati dingin
dan kejam. Tapi bagi sebagian lain,
Usamah adalah simbol perlawanan
atas hegemoni Amerika Serikat dan
Eropa atas kesewenang-wenangan mereka terhadap dunia Islam. Tak lupa, Usamah juga pernah
bekerja sama dengan AS di
Afghanistan untuk mengusir Sovyet.
Kini setelah dikabarkan tewas dalam
penyergapan di Abbottabad,
Pakistan, Usamah tetap menjadi sosok yang misterius. Republika
mencoba menguliti sedikit
kehidupan pribadi Usamah bin Ladin,
keturunan konglomerat Mohammed
bin Ladin asal Arab Saudi. Bagaimana masa kecilnya. Apa yang
mempengaruhi pergerakan Usamah.
Mengambil bahan dari buku
pemenang hadiah Pullitzer 2007, The
Looming Tower karangan Lawrence
Right, berikut cuplikan episode- episode kehidupan Usamah bin
Ladin. Selamat menikmati: Masalah baru muncul
pascakeluarnya Sovyet dari
Afghanistan. Sebanyak 15-25 ribu
pejuang Arab Saudi di Afghanistan
kini menganggur. Posisi para
pejuang ini cukup unik. Pertama, pemerintah Arab Saudi 'mendukung'
mereka berperang ke Afghanistan
dengan harapan mereka tidak lagi
berbuat ulah di Arab Saudi, seperti
menyerang Masjidil Haram.
Pemerintah Arab tidak memikirkan bagaimana bila para pejuang itu
kembali lagi ke negara asalnya
dengan berbagai masalah psikologis
dan ingatan perang. Intelejen Arab akhirnya turun
tangan. Para pejuang yang pulang
kampung akan diinterogasi selama
dua hari. Namun banyak negara
menolak kepulangan para pejuang
Afghanistan ini. Nasib mereka tragis. Sukses menaklukan Sovyet di
Afghanistan, tapi tidak diterima di
negaranya sendiri. Mereka ibarat
warga tanpa negara. Sebagian
akhirnya bertahan atau kembali ke
Pakistan dan menjadi warga tetap. Sebagian lainnya menjadi prajurit
dalam perang di Kashmir, Kosovo,
Bosnia, atau Chechnya. Para pejuang
Afghanistan yang tadinya bersatu di
bawah Usamah kini terpecah belah
di berbagai negara. Pada Juni 1989, perkembangan
menarik terjadi di Sudan, Afrika.
Brigjen Omar Hasan al-Bashir dan
Hasan al-Turabi melakukan kudeta.
Turabi adalah sosok yang mirip
Usamah dan Zawahiri. Ia punya visi mendirikan komunitas muslim
internasional yang bermarkas di
Sudan dan menyebar ke negara lain.
Guna mewujudkan visinya,
pemerintahan Sudan yang baru
mengontak Usamah. Sejak awal, hubungan ini berjalan dalam dua
jalur, yaitu bisnis dan pelatihan
pejuang Alqaida. Usamah mendapat dukungan
negara dan SDM yang ia butuhkan.
Sementara Bin Ladin Group
mendapat proyek infrastruktur di
berbagai daerah di Sudan. Usamah
tertarik, ia akhirnya boyongan pindah dari Afghanistan. Membawa
empat istri dan 17 anaknya ke
Khartoum. Kehidupan Usamah di Khartoum
berjalan baik secara bisnis dan
pelatihan Alqaida. Usamah punya
kantor dan rumah yang luas. Ia
mempekerjakan pengikut Alqaida
dalam bisnis infrastruktur dan agrikultur di Sudan. Tidak ada
pelatihan militer yang benar-benar
keras di sini. Malahan setiap Jumat
para pejuang Alqaida setelah shalat
Jumat sibuk bermain sepak bola.
Kalaupun ada pelatihan militer, itu dalam skala kecil untuk tetap
menjaga kebugaran para pejuang.
Pendek kata, Alqaida berubah
menjadi organisasi pertanian di
Sudan. Di Sudan pula, Usamah melihat
dirinya bisa meniru sosok ayahnya,
Mohammed bin Ladin sebagai
pebisnis handal. Diperkirakan,
Usamah menginvestasikan dana 350
juta dolar AS di Sudan. Ia menjadi salah satu pemilik lahan terbesar di
Sudan. Para pejuang Alqaida
mendapat gaji 200 dolar AS plus
bonus per bulan. Tingkat manajer
digaji seribu hingga 1.500 dolar AS. Lama kelamaan, Usamah merasa
kehidupannya di Sudan monoton. Ia
berpikir, hidupnya ada di
persimpangan. Satu kejadian penting
yang melibatkan Amerika Serikat
akhirnya membangkitkan semangatnya kembali. Kejadian itu
adalah terus menguatnya pengaruh
AS di Arab Saudi. Usamah melihat AS
berusaha menduduki tanah suci
Makkah dan ini tidak bisa dibiarkan.
Pada saat yang sama, pasukan AS singgah sejenak di Yaman untuk
meneruskan perjalanan ke Somalia.
'Masuknya' AS ke Yaman dan menuju
Somalia dilihat oleh Usamah dan
Alqaida sebagai ancaman langsung.
Bahwa setelah 'menguasai' Arab Saudi kini AS mengincar Afrika. Akhir 1992, salah satu teman dekat
Usamah sekaligus penasehat
Alqaida, Mamdouh Salim (lebih
dikenal dengan nama Abu Hajer al-
Iraqi) membrief sejumlah petinggi
Alqaida tentang situasi terkini di Timur Tengah. Mereka setuju untuk
berbuat sesuatu terhadap AS. Meski
tindakan ini terlihat 'aneh' karena
sebelumnya di perang Afghanistan
kedua pihak bahu membahu
mengusir Sovyet. Bahkan AS memfasilitasi pejuang Mujahidin
untuk berkunjung ke AS dan
membantu ratusan juta dolar AS
dalam bidang persenjataan. Imad Mugniyah, salah satu petinggi
kelompok Hizbullah bertemu
Usamah akhir 1992. Dalam
pertemuan itu Mugniyah
membeberkan 'keberhasilan'
Hizbullah memperlemah AS di Timur Tengah lewat serangan bunuh diri.
Mugniyah adalah perancang
serangan maut bom bunuh diri ke
Kedubes AS dan barak militer AS-
Prancis di Beirut. Total korban bom
bunuh diri itu mencapai 300 warga AS dan 58 warga Prancis. Dari
pemaparan ini, Usamah akhirnya
menganggap bahwa bom bunuh diri
adalah salah satu langkah efektif
untuk memperlemah AS dan
sekutunya. 29 Desember 1992, bom meledak di
Hotel Movenpick, Aden, Yaman. Bom
lainnya meledak di Hotel Goldmohur.
Dua bom ini targetnya adalah prajurit
AS. Namun dampaknya justru jatuh
korban dua rakyat sipil. Seorang turis Australia dan seorang pekerja
hotel asal Yaman. Meski demikian,
Alqaida bersikukuh bom mereka
menakut-takuti militer AS yang ingin
masuk ke Somalia. Tapi sebagian
anggota Alqaida lainnya mengkritisi bom bunuh diri yang memakan
korban sipil ini. Betapa bom bunuh
diri sudah mengubah wajah
organisasi pejuang mereka. Di titik
kritis inilah Abu Hajer masuk dan
mendogma petinggi Alqaida lainnya bahwa bom bunuh diri 'dibutuhkan'
dalam 'perjuangan' mengusir AS.
Korban sipil yang jatuh adalah
'keniscayaan' yang tidak bisa
dihindari. Dogma Abu Hajer ini menjadi visi
baru Alqaida. Abu Hajer segera
mengeluarkan dua fatwa. Pertama
mengotorisasi serangan pada militer
AS. Kedua, jatuhnya korban sipil
tidak bisa dihindari. Ini membuat gerakan Alqaida berubah total.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar