Jumat, 13 Mei 2011

Sejarah Para Khalifah: Al-Watsiq Billah I, Tiada Doa Baginya

Tatkala Khalifah Al-
Mustakfi Billah I
meninggal di Qhus,
dia mengangkat anaknya, Ahmad menjadi khalifah.
Namun Sultan Malik An-Nashir
memandang sebelah mata
keputusan khalifah. Akhirnya
dibaiatlah Ibrahim sebagai khalifah
dengan gelar Al-Watsiq Billah I (1334-1343 M). Keputusan ini disesali oleh sultan
saat ajalnya menjelang. Akhirnya
dipecatlah Ibrahim dari
kedudukannya dan diangkatlah
Ahmad sebagai khalifah yang
kemudian bergelar Al-Hakim. Peristiwa ini terjadi pada Muharram
742 H. Ibnu Hajar mengatakan, orang-
orang menyatakan protes keras
kepada sultan tetang diangkatnya
Ibrahim sebagai khalifah, namun
sultan tidak memerhatikan protes
mereka hingga akhirnya orang- orang membaiatnya secara terpaksa.
Rakyat memberinya gelar Al-
Musta'thi Billah. Ibnu Fadhlullah menambahkan
dalam kitabnya, Al-Masalik, tentang
biografi Al-Watsiq Billah ini,
kakeknya mengangkat Ibrahim
sebagai putra mahkota dengan
perkiraan dia mampu mengemban amanah khilafah atau mampu
mengubah dirinya menjadi seorang
yang baik. Namun ternyata orang ini
tidak tumbuh kecuali dalam foya-
foya. Perilakunya jauh dari
keshalihan. Dia tidak mampu membedakan antara yang baik dan
buruk. Ia menghancurkan nama
baik dan kepribadiannya. Saat Al-Mustakfi akan meninggal,
sedangkan Sultan Malik masih
berada di puncak kemarahannya, Al-
Mustakfi meminta kepada sultan agar
Al-Watsiq yang bermoral buruk ini
diangkat sebagai khalifah. Padahal dialah yang memfitnah pamannya
(Al-Mustakfi) sehingga terjadilah
konflik antara Sultan Malik dan Al-
Mustakfi. Dia datang menemui sultan dengan
membawa surat wasiat yang pernah
ditulis kakeknya, Al-Hakim. Sultan
merasa berkewajiban untuk
mengangkatnya sebagai khalifah
karena adanya ketidakjelasan tentang surat, hingga khilafah kini
berada di tangannya. Padahal surat
wasiat itu sebenarnya telah dicabut
oleh Al-Hakim. Hakim Agung Abu Umar bin Jamaah
berusaha mendekati sultan dan
memintanya dalam khutbah tidak
diucapkan doa untuk Al-Watsiq,
namun sultan tidak menuruti
permintaannya. Akhirnya diputuskanlah agar doa dalam
khutbah tidak diucapkan untuk
keduanya, baik Ahmad yang
bergelar Al-Hakim maupun Ibrahim
yang bergelar Al-Watsiq. Doa
khutbah cukup untuk sultan saja. Setelah kematian Al-Mustakfi, tidak
ada lagi doa di mimbar-mimbar dan
di mihrab-mihrab. Kematiannya
seakan-akan menandai berakhirnya
masa pemerintahan Bani Abbas di
Mesir. Kondisi ini berlangsung lama hingga menjelang wafatnya sultan. Saat itulah sultan berwasiat agar
semuanya dikembalikan kepada
yang berhak dan ia setuju dengan
apa yang diputuskan Al-Mustakfi
tentang pengangkatan anaknya,
Ahmad. Saat itulah Sultan Malik berkata, "Kini, jelas sudah
kebenaran!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar