Kamis, 10 Februari 2011

AMAL JARIYAH

Oleh : Muh.yasin fii Sabilillah


Seperti yang telah biasa
dilakukannya ketika salah
satu sahabatnya
meninggal dunia Rasulullah
mengantar jenazahnya
sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya
disempatkannya singgah
untuk menghibur dan
menenangkan keluarga
almarhum supaya tetap
bersabar dan tawakal menerima musibah itu
Kemudian Rasulullah
berkata, ”tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum
wafatnya ?” Istrinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan
sesuatu diantara dengkur nafasnya
yang tersengal-sengal menjelang
ajal ” “Apa yang di katakannya ?” “saya tidak tahu, ya Rasulullah, apakah ucapannya itu sekedar
rintihan sebelum mati, ataukah
pekikan pedih karena dasyatnya
sakaratul maut. Cuma, ucapannya
memang sulit dipahami lantaran
merupakan kalimat yang terpotong-potong.” “Bagaimana bunyinya?” desak Rasulullah.
Istri yang setia itu
menjawab, ”suami saya mengatakan “Andaikata lebih panjang lagi….andaikata yang masih baru….andaikata semuanya….” hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung
dibuatnya. Apakah perkataan-
perkataan itu igauan dalam
keadaan tidak sadar,ataukah
pesan-pesan yang tidak selesai ?” Rasulullah tersenyum.”sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak
keliru, ”ujarnya. Kisahnya begini. pada suatu hari ia
sedang bergegas akan ke masjid
untuk melaksanakan shalat jum ’at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan
orang buta yang bertujuan sama. Si
buta itu tersaruk-saruk karena
tidak ada yang menuntun. Maka
suamimu yang membimbingnya
hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas
penghabisan, ia menyaksikan
pahala amal sholehnya itu, lalu
iapun berkata “andaikan lebih panjang lagi”. Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih
panjang lagi, pasti pahalanya lebih
besar pula.
“ Ucapan lainnya ya Rasulullah?” tanya sang istri mulai tertarik.
Nabi menjawab, ”adapun ucapannya yang kedua
dikatakannya tatkala, ia melihat
hasil perbuatannya yang lain.
Sebab pada hari berikutnya, waktu
ia pergi ke masjid pagi-pagi,
sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki
tua yang tengah duduk menggigil,
hampir mati kedinginan. Kebetulan
suamimu membawa sebuah
mantel baru, selain yang
dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama,
diberikannya kepada lelaki
tersebut. Dan mantelnya yang
baru lalu dikenakannya. Menjelang
saat-saat terakhirnya, suamimu
melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan
berkata, “Coba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya
dan bukan mantelku yang lama,
pasti pahalaku jauh lebih besar
lagi ”. Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.
Kemudian, “ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya
Rasulullah ?” tanya sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi
menjelaskan, ”ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang
dalam keadaan sangat lapar dan
meminta disediakan makanan?
Engkau menghidangkan sepotong
roti yang telah dicampur dengan
daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang
musyafir mengetuk pintu dan
meminta makanan. Suamimu
lantas membagi rotinya menjadi
dua potong, yang sebelah
diberikan kepada musyafir itu ”. Dengan demikian, pada waktu
suamimu akan nazak, ia
menyaksikan betapa besarnya
pahala dari amalannya itu.
Karenanya, ia pun menyesal dan
berkata “kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya
kuberi separoh. Sebab andaikata
semuanya kuberikan kepadanya,
sudah pasti ganjaranku akan
berlipat ganda. Memang begitulah
keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik,
sebetulnya kita juga yang
beruntung, bukan orang lain.
Lantaran segala tindak-tanduk kita
tidak lepas dari penilaian Allah.
Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan
menimpa kita sendiri.Karena itu
Allah mengingatkan: “kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu
berbuat baik untuk dirimu. Danjika
kamu berbuat buruk, berarti kamu
telah berbuat buruk atas dirimu
pula. ”(surat Al Isra ’:7) Subhanallah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar