Senin, 07 Februari 2011

HADIST TENTANG TAUBAT

Oleh : Muh.Yasin fii sabilillah


1. Abu Hurairah ra. meriwayatkan
bahwa dirinya telah mendengar
Rasulullah SAW bersabda, ”Demi Allah, sesungguhnya saya membaca
istighfar (memohon ampunan) dan
bertobat pada Allah lebih dari tujuh
puluh kali setiap harinya. ” (HR Bukhari) 2. Anas bin Malik ra. meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW bersabda,
”Sesungguhnya Allah lebih suka menerima tobat hambaNYA melebihi
kesenangan seseorang yang
menemukan kembali untanya yang
telah hilang di tengah hutan.” (HR Bukhari dan Muslim) 3. Abu Musa Al-Asy ’ary ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW
bersabda, “Sesungguhnya Allah membentangkan rahmatNYA pada
waktu malam untuk memberi
kesempatan bertobat pada seseorang
yang telah bermaksiat di siang
harinya, juga membentangkan
kemurahanNYA pada waktu siang untuk memberi kesempatan bertobat
pada seseorang yang telah berdosa di
waktu malamnya. Hal ini tetap
dilakukan (Allah SWT) hingga
matahari terbit dari barat.” (HR Muslim) 4. Abu Hurairah ra. meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah
menerima tobat dan
memaafkannya. ” (HR Muslim) 5. Abdullah bin ‘Umar ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW
bersabda, “Sesungguhnya Allah senantiasa menerima tobat setiap
hambaNYA selama ruh (nyawanya)
belum sampai di
tenggorokkannya. ” (HR Tirmidzi) 6. Abu Said (Sa ’ad bin Malik bin Sinan) Al-Khudry ra. meriwayatkan bahwa
Nabi SAW bersabda, “Dahulu, di masa umat yang terdahulu, ada seseorang
yang telah membunuh sembilan puluh
sembilan jiwa. Kemudian ia ingin
bertobat, sehingga mencari seorang
alim. Ia lalu ditunjukkan untuk
mendatangi seorang alim. Lalu ia menceritakan bahwa dirinya telah
membunuh sembilan puluh sembilan
jiwa, apakah masih ada jalan untuk
bertobat? Sang alim itu menjawab,
“Tidak ada ”. Mendengar jawaban seperti itu, si pembunuh tadi langsung
membunuh orang alim itu, sehingga
genap seratus orang yang telah
dibunuhnya. Kemudian ia mencari lagi
orang alim lainnya. Ketika telah
ditunjukkan padanya, ia pun pergi menemuinya dan menceritakan
bahwa dirinya telah membunuh
seratus orang, apakah masih ada jalan
untuk bertobat? Sang alim menjawab,
“Masih ada pintu tobat, dan siapakah yang dapat menghalangi seseorang
untuk bertobat? Pergilah kamu ke
daerah itu, karena di sana banyak
orang-orang yang taat kepada Allah.
Dan berbuatlah sebagaimana
perbuatan mereka, dan jangan kembali ke negerimu itu yang
merupakan perkampungan para
penjahat”. Sang pembunuh itu lalu pergi ke daerah atau perkampungan
tobat itu. Ketika masih di tengah
perjalanan, mendadak sang
pembunuh itu meninggal dunia.
Melihat peristiwa itu, Malaikat Rahmat
dan Malaikat Siksa berselisih paham. Malaikat Rahmat berkata, “Ia telah menempuh jalan untuk bertobat
kepada Allah dengan sepenuh
hatinya”. Sedang Malaikat Siksa berkata, “Ia belum pernah berbuat kebaikan sama sekali ”. Maka datanglah satu Malaikat berupa
manusia untuk dijadikan penengah
(hakim) diantara kedua Malaikat
tersebut. Malaikat yang menengahi itu
berkata, “Ukur saja antara dua daerah yang ditinggalkan dan yang dituju, ke
daerah manakah ia lebih dekat,
kampung pertobatan atau kampung
maksiat ?” Setelah diukur, ternyata sang pembunuh lebih dekat ke
perkampungan tobat ketika
meninggal dunia, kira-kira sejengkal
saja. Seketika itu juga, Malaikat Rahmat
membawa ruh sang pembunuh. (HR
Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah memerintahkan kepada bumi yang
dituju supaya mendekat, dan
menyuruh bumi yang ditinggalkan
supaya menjauh”. 7. Abdullah bin Abbas ra. dan Anas
bin Malik ra., keduanya meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW brsabda,
“Andaikan seorang anak Adam (manusia) mempunyai suatu lembah
emas, pasti ingin mempunyai dua
lembah. Dan tiada yang dapat
menutup mulutnya (tidak ada yang
dapat menghentikan kerakusannya
pada dunia) kecuali tanah (kematian). Dan Allah berkenan memberi tobat
pada siapa saja yang bertobat. (HR
Bukhari dan Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar