Kamis, 17 Februari 2011

KEDERMAWANAN ALI BIN ABI THOLIB

Oleh : Muh.yasin fii sabilillah


PADA suatu ketika Allah Subhana Wa
Ta'ala menguji keluarga Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu'anhu Salah
seorang dari kedua anaknya ditimpa
demam tinggi. Demi kesembuhannya,
ia melakukan pelbagai ikhtiar. Mulai dari usaha konvensional hingga
yang bersifat spiritual, seperti dengan
memberikan tindakan medis yang
selaras dengan konteks zaman. Atau,
lewat doa, bahkan bernazar. Dalam
nazarnya itu Ali bin Abi Thalib Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu'anhu
menyatakan bahwa ia akan
melaksanakan puasa selama tiga hari
berturut-turut apabila anaknya itu
sembuh. Segala puji Milik Allah. Selang
beberapa waktu, kesehatan anaknya
pulih kembali. Allah Subhana Wa
Ta'ala mengabulkan doanya. Oleh
karena itu, ia sangat bersyukur. Maka,
keesokan harinya ia mulai melaksanakan puasa nazarnya. Dalam
hal ini ia disertai istri tercintanya,
Fatimah al-Zahra binti Rasulullah
Shallahu 'Alaihi Wa Sallam. Waktu bergulir. Pagi berganti siang.
Petang menyusul, kemudian waktu
magrib pun akhirnya tiba. Ketika
pasangan suami-istri itu hendak
berbuka dengan makanan
alakadarnya, tiba-tiba pintu rumah diketuk orang. Tamu yang tidak diundang itu
ternyata seorang miskin papa. Ia
datang untuk meminta belas kasihan,
karena didera lapar seharian penuh.
Tanpa berpikir panjang, keluarga suci
itu segera memberikan makanan yang sedianya akan mereka santap. Tidak
heran malam itu mereka berbuka
puasa hanya dengan beberapa teguk
air. Esoknya mereka berpuasa lagi. Hari itu
berlalu seperti biasa. Namun, kala
waktu magrib tiba, pintu rumah lagi-
lagi diketuk orang.Kini yang datang
adalah seorang anak yatim. Sebelum
yang bersangkutan mengutarakan maksudnya, mereka sudah jatuh iba.
Kondisi anak yatim itu memang sangat
memprihatinkan sehingga mereka
memberinya makanan, yang sejatinya
dipersiapkan untuk berbuka puasa,
Malam itu pun mereka lalui dengan perut lapar. Kini, mereka telah berada pada hari
ketiga dari puasa nazarnya. Karena
berkah Allah Subhana Wa Ta'ala dalam
segala hal, mereka tampil tetap dalam
kondisi prima. Tidak kecuali dalam
menjalani maisyah, atau kehidupan dunia ini. Sebagaimana hari-hari
sebelumnya, ketika menjelang magrib,
ketika mereka mempersiapkan diri
untuk berbuka, seseorang datang
memohon belas kasihan. Kali ini adalah seorang tawanan
perang. Lantaran mengutamakan
orang lain sudah menjadi sifat
keluarga itu, tidak mengejutkan jika
makanan yang sudah terhidang
untuk berbuka pun mereka berikan kepadanya dengan penuh
keikhlasan.Dengan demikian, selama
keluarga suci itu menunaikan puasa
nazar, maka tidak sebutir kurma atau
sepotong roti pun yang masuk ke
perut mereka. Sungguh mengagumkan perilaku pasangan
suami-istri itu. Mereka sanggup
menahan lapar berhari-hari, lantaran
lebih mengutamakan orang lain dari
kalangan akar rumput. Lagi pula,
semua itu mereka lakukan tanpa pamrih, kecuali mengharapkan rida
Allah Subhana Wa Ta'ala. Atas kedermawanan Ali bin Abi Thalib
Radhiyallahu 'Anhu dan Fathimah al-
Zahra tersebut, menurut Ibn Abbas,
Allah Subhana Wa Ta'ala berkenan
menurunkan ayat-ayat berikut ini. "Mereka melaksanakan nazar dan
takut akan suatu hari, yang azabnya
merata di mana-mana. Dan mereka
memberikan makanan yang
disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang tawanan. Sungguh, kami memberikan makanan
kepadamu hanyalah demi mengharap
keridaan Allah Subhana Wa Ta'ala.
Kami tidak menghendaki balasan
darimu dan tidak pula ucapan terima
kasih. Sesungguhnya kami takut akan azab suatu hari, yang pada saat itu
orang-orang bermuka masam penuh
kesulitan, yang datang dari Tuhan
kami (lihat QS Al-Insan 76: 7-10). Wahyu itu turun, jelas sebagai bentuk
apresiasi terhadap kedermawanan Ali
bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu dan
istrinya, Fathimah binti Rasulullah
Shallahu 'Alaihi Wa Sallam . ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar