Kamis, 17 Februari 2011

EMPAT KEKELIRUAN MENYAMBUT MUHARRAM

Bulan Muharam adalah bulan yang
muliah. Namun demikian, tak
banyak kaum Muslim yang tau
bagaimana memperlakukannya.
Bahkan lebih banyak salah
memahaminya. Ada beberapa
pelajaran yang bisa kita ambil
dalam masalah Bulan Muharam.
Pertama, Bulan Muharram Adalah
Bulan Yang Mulia
Bulan Muharram adalah bulan yang
mulia, hal itu dikarenakan
beberapa hal:
1. Bulan ini dinamakan Allah
dengan “ Syahrullah “, yaitu bulan
Allah. Penisbatan sesuatu kepada
Allah mengandung makna yang
mulia, seperti “ Baitullah “ ( rumah
Allah ), “Saifullah” ( pedang Allah ),
“ Jundullah” ( tentara Allah) dan
lain-lainnya. Dan ini juga
menunjukkan bahwa bulan
tersebut mempunyai keutamaan
khusus yang tidak dimilili oleh
bulan-bulan yang lain.
2. Bulan ini termasuk salah satu
dari empat bulan yang dijadikan
Allah sebagi bulan haram,
sebagaimana firman Allah swt :
"Sesungguhnya bilangan bulan di
sisi Allah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah diwaktu Dia
menciptakan lanit dan bumi,
diantaranya terdapat empat bulan
haram." (Q.S. at Taubah :36).
Dalam hadis Abu Hurairah ra,
Rasulullah saw bersabda :
“ Sesungguhnya zaman itu berputar
sebagaiman bentuknya semula di
waktu Allah menciptakan langit
dan bumi. Setahun itu ada dua
belas bulan, diantaranya terdapat
empat bulan yang dihormati : 3
bulan berturut-turut; Dzulqo ’dah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab
Mudhar, yang terdapat diantara
bulan Jumada Tsaniah dan
Sya ’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Bulan ini dijadikan awal bulan
dari Tahun Hijriyah, sebagaimana
yang telah disepakati oleh para
sahabat pada masa khalifah Umar
bin Khattab ra. Tahun Hijriyah ini
dijadikan momentum atas
peristiwa hijrah nabi Muhammad
saw.
Kedua, Pada Bulan ini Disunnahkan
Untuk Berpuasa
Bulan Muharram adalah bulan yang
disunnahkan di dalamnya untuk
berpuasa, bahkan merupakan
puasa yang paling utama sesudah
puasa pada bulan Ramadhan,
sebagaimana yang tersebut dalam
hadist Hurairah ra, di atas. Hadist di
atas menunjukkan bahwa
Rasulullah saw menganjurkan
kaum Muslimin untuk melakukan
puasa sebanyak-banyaknya pada
bulan Muharram. Tetapi tidak
dianjurkan puasa satu bulan penuh,
hal itu berdasarkan hadist Aisyah
ra, bahwasanya ia berkata : “Saya
tidak pernah melihat sama sekali
Rasulullah saw berpuasa satu bulan
penuh kecuali pada bulan
Ramadhan, dan saya tidak melihat
beliau berpuasa paling banyak
pada suatu bulan, kecuali bulan
Sya’ban. “( HR Muslim )
Pertanyaan yang muncul adalah
bagaimana Rasulullah saw
menyebutkan bahwa bulan
Muharram adalah bulan yang
paling mulia sesudah Ramadhan,
padahal beliau sendiri lebih banyak
melakukan puasa pada bulan
Sya ’ban dan bukan pada bulan
Muharram ? Jawabannya : Para
ulama memberikan beberapa
alasan, diantaranya bahwa
Rasulullah saw belum mengetahui
keutamaan bulan Muharram
kecuali pada detik-detik terakhir
kehidupan beliau, sehingga belum
sempat untuk berpuasa sebanyak-
banyaknya, atau mungkin adanya
udzur syar ’I yang menghalangi
beliau untuk memperbanyak
puasa pada bulan tersebut, seperti
banyak melakukan perjalan jauh
(safar) atau udzur-udzur yang lain.
Puasa bulan Muharram ini
berdasarkan hadist di atas adalah
puasa yang paling utama dalam
sesudah Ramadhan dalam satu
bulan. Sedangkan puasa Arafah
adalah puasa yang paling utama
sesudah Ramadhan bila dilihat dari
sisi hari.
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ t ﻗﺎﻝ : ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
r : ( ﺃﻓﻀﻞُ ﺍﻟﺼﻴﺎﻡ ﺑﻌﺪ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﺷﻬﺮُ ﺍﻟﻠﻪ
ﺍﻟﻤﺤﺮﻡ ، ﻭﺃﻓﻀﻞُ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻔﺮﻳﻀﺔ
ﺻﻼﺓُ ﺍﻟﻠﻴﻞ )
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw
bersabda : “Puasa yang paling
utama setelah Ramadhan adalah
puasa di bulan Allah, yaitu
Muharram. Sedangkan shalat yang
paling utama setelah shalat fardhu
adalah shalat malam ”. (HR. Muslim)
Ketiga, Bulan Muharram terhadap
Hari Asyura ’
Hari Asyura’ artinya hari kesepuluh
dari bulan Muharram. Pada hari itu
dianjurkan untuk berpuasa,
sebagaimana yang tersebut di
dalam hadist Ibnu Abbas ra
berkata : “ Ketika Rasulullah saw.
tiba di Madinah, beliau melihat
orang-orang Yahudi berpuasa pada
hari ‘Asyura’, maka beliau
bertanya : "Hari apa ini?”. Mereka
menjawab :“Ini adalah hari
istimewa, karena pada hari ini Allah
menyelamatkan Bani Israil dari
musuhnya, oleh karena itu Nabi
Musa berpuasa pada hari ini.
Rasulullah pun bersabda : "Aku
lebih berhak terhadap Musa
daripada kalian“ . Maka beliau
berpuasa dan memerintahkan
sahabatnya untuk berpuasa. ”(HR
Bukhari dan Muslim)
Bagaimana cara berpuasa pada
hari Asyura ? Menurut keterangan
para ulama dan berdasarkan
beberapa hadist, maka puasa
Asyura bisa dilakukan dengan
empat pilihan : berpuasa tanggal 9
dan 10 Muharram, atau berpuasa
pada tanggal 10 dan 11 Muharram
atau berpuasa pada tanggal 9,10,
dan 11 Muharram, atau berpuasa
pada tanggal 10 Muharram saja,
tetapi yang terakhir ini, sebagian
ulama memakruhkannya, karena
menyerupai puasanya orang-orang
Yahudi.
Cara berpuasa di atas berdasarkan
hadist Ibnu Abbas ra, bahwasanya
ia berkata : Ketika Rasulullah saw.
berpuasa pada hari ‘Asyura’ dan
memerintahkan kaum Muslimin
berpuasa, para shahabat berkata :
"Wahai Rasulullah ini adalah hari
yang diagungkan Yahudi dan
Nasrani". Maka Rasulullah pun
bersabda :"Jika tahun depan kita
bertemu dengan bulan Muharram,
kita akan berpuasa pada hari
kesembilan. “ (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Begitu juga hadist Ibnu Abbas ra,
bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda : "Puasalah pada hari
Asyura ’, dan berbuatlah sesuatu
yang berbeda dengan Yahudi
dalam masalah ini, berpuasalah
sehari sebelumnya atau sehari
sesudahnya. “ ( HR Ahmad dan Ibnu
Khuzaimah ) Dalam riwayat Ibnu
Abbas lainnya disebutkan :
“ Berpuasalah sehari sebelumnya
dan sehari sesudahnya.“
Apa keutamaan puasa pada hari
Asyura ’ ini ? Keutamaannya adalah
barang siapa yang puasa dengan
ikhlas pada hari Asyura ’ tersebut,
niscaya Allah swt akan menghapus
dosa-dosanya yang telah
dikerjakan selama satu tahun
sebelumnya, sebagaimana yang
tersebut di dalam hadist Abu
Qatadah ra, bahwasanya seorang
laki-laki pernah bertanya kepada
Rasulullah saw tentang puasa
‘ Asyura’, maka Rasulullah saw
menjawab : “ Saya berharap dari
Allah swt agar menghapus dosa-
dosa selama satu tahun
sebelumnya. “ ( HR Muslim )
Dosa-dosa yang dihapus disini
adalah dosa-dosa kecil saja.
Adapun dosa-dosa besar, maka
seorang Muslim harus bertaubat
dengan taubat nasuha, jika ingin
diampuni oleh Allah swt.
Adapun hikmah puasa Asyura’
adalah sebagai bentuk kesyukuran
atas selamatnya nabi Musa as dan
pengikutnya serta tenggelamnya
Fir ’aun dan bala tentaranya,
sebagaimana yang tersebut dalam
hadist Ibnu Abbas di atas.
Keempat, Kekeliruan dalam
menghadapi Bulan Muharram
Di dalam menghadapi Tahun Baru
Hijriyah, sebagian kaum Muslimin
mengerjakan beberapa amalan
yang tidak pernah dicontohkan
oleh Rasulullah saw, maka
hendaknya kekeliruan tersebut
bisa dihindarkan dari kita. Diantara
kekeliruan tersebut adalah :
1. Menjadikan tanggal 1 bulan
Muharram sebagai hari raya kaum
Muslimin, mereka merayakannya
dengan cara saling berkunjung satu
dengan yang lainnya, atau saling
memberikan hadiah satu dengan
yang lainnya, bahkan sebagian dari
mereka mengadakan sholat
tahajud dan doa ’-do’a khusus pada
malam tahun baru. Padahal dalam
Islam hari raya hanya ada dua,
yaitu hari raya Idul Fitri dan hari
raya Idul Adha. Hal itu sesuai
dengan hadist Anas bin Malik ra,
bahwasanya ia berkata :
“Rasulullah saw datang ke kota
Madinah, pada waktu itu penduduk
Madinah merayakan dua hari
tertentu, maka Rasulullah saw
bertanya: Dua hari ini apa ? Mereka
menjawab: “Ini adalah dua hari,
dimana kami pernah
merayakannya pada masa
Jahiliyah. Maka Rasulullah saw
bersabda : “ Sesungguhnya Allah
swt telah menggantikannya
dengan yan lebih baik: yaitu hari
raya Idul Adha dan hari raya Idul
Fitri. (HR Ahmad, Abu Daud dan
Nasai )
Begitu juga, merayakan tahun baru
adalah kebiasaan orang-orang
Yahudi dan Nasrani, maka kaum
Muslimin diperintahkan untuk
menjauhi dari kebiasaan tersebut,
sebagaimana yang terdapat dalam
hadist Abu Musa Al Asy ’ari
bahwasanya ia berkata : “Hari
Asyura adalah hari yang
dimuliakan oleh Yahudi dan
mereka menjadikannya sebagai
hari raya. ” Dalam riwayat Al-Nasai
dan Ibnu Hibban, Rasulullah
bersabda, “Bedalah dengan Yahudi
dan berpuasalah kalian pada hari
Asyura. ”
2. Menjadikan tanggal 10
Muharram sebagi hari berkabung,
sebagaimana yang dilakukan oleh
kelompok Syi ’ah Rafidhah. Mereka
meratapi kematian Husen bin Ali
yang terbunuh di Karbela. Bahkan
sejak Syah Ismail Safawi
menguasai wilayah Iran, dia telah
mengumumkan bahwa hari
berkabung nasional berlaku di
seluruh wilayah kekuasaannya
pada tanggal 10 hari pertama
bulan Muharram. Ritual meratapai
kematian Husen ini dilakukan
dengan memukul tangan-tangan
mereka ke dada, bahkan tidak
sedikit dari mereka yang
menyabet badan mereka dengan
pisau dan pedang hingga keluar
darahnya, dan sebagian yang lain
melukai badan mereka dengan
rantai.
3. Menjadikan malam 1 Muharram
untuk memburu berkah dengan
berbondong-bondong menuju kota
Solo dan menyaksikan ritual kirab
dan pelepasan kerbau bule, yang
kemudian mereka berebut
mengambil kotorannya, yang
menurut keyakinan mereka bisa
menyebabkan larisnya dagangan
dan membawa berkah di dalam
kehidupan mereka. Semoga Allah
menjauhkan kita dari perbuatan
syirik dan bid’ah dan menunjukkan
kita kepada jalan yang lurus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar