Oleh : Muh.yasin fii sabilillah
Penghimpun dan penyusun hadits
terbaik kedua setelah Imam Bukhari
adalah Imam Muslim. Nama
lengkapnya ialah Imam Abul Husain
Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin
Kausyaz al Qusyairi an-Naisaburi. Ia juga mengarang kitab As-Sahih
(terkenal dengan Sahih Muslim). Ia
salah seorang ulama terkemuka yang
namanya tetap dikenal hingga kini. Ia
dilahirkan di Naisabur pada tahun 206
H. menurut pendapat yang sahih sebagaimana dikemukakan oleh al-
Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya
‘Ulama’ul Amsar.* *Kehidupan dan Lawatannya untuk
Mencari Ilmu* Ia belajar hadits sejak masih dalam
usia dini, yaitu mulaii tahun 218 H. Ia
pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan
negara negara lainnya. Dalam lawatannya Imam Muslim
banyak mengunjungi ulama-ulama
kenamaan untuk berguru hadits
kepada mereka. Di Khurasan, ia
berguru kepada Yahya bin Yahya dan
Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan
Abu ‘Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan
Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar
kepada Sa ’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar; di Mesir berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits
yang lain. Muslim berkali-kali mengunjungi
Baghdad untuk belajar kepada ulama-
ulama ahli hadits, dan kunjungannya
yang terakhir pada 259 H. di waktu
Imam Bukhari datang ke Naisabur,
Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui
jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi
fitnah atau kesenjangan antara
Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung
kepada Bukhari, sehingga hal ini
menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam
Sahihnya maupun dalam kitab lainnya,
tidak memasukkan hadits-hadits yang
diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah
gurunya. Hal serupa ia lakukan
terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya,
yang diterimanya dari Bukhari,
padahal iapun sebagai gurunya.
Nampaknya pada hemat Muslim, yang
lebih baik adalah tidak memasukkan
ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu,
dengan tetap mengakui mereka
sebagai guru. Imam Muslim wafat pada Minggu sore,
dan dikebumikan di kampung Nasr
Abad, salah satu daerah di luar
Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab
261 H. dalam usia 55 tahun. Guru-gurunya Selain yang telah disebutkan di atas,
Muslim masih mempunyai banyak
ulama
yang menjadi gurunya. Di antaranya :
Usman dan Abu Bakar, keduanya
putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin
Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin
al-Musanna, Muhammad bin Yassar,
Harun bin Sa’id al-Ayli, Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya. Keahlian dalam Hadits Apabila Imam Bukhari merupakan
ulama terkemuka di bidang hadits
sahih, berpengetahuan luas mengenai
ilat-ilat dan seluk beluk hadits, serta
tajam kritiknya, maka Imam Muslim
adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan
pengetahuannya maupun dalam
keutamaan dan kedudukannya. Imam Muslim banyak menerima pujian
dan pengakuan dari para ulama ahli
hadits maupun ulama lainnya. Al-
Khatib al-Baghdadi berketa, “Muslim telah mengikuti jejak Bukhari,
memperhatikan ilmunya dan
menempuh jalan yang dilaluinya.” Pernyataan ini tidak berarti bahwa
Muslim hanyalah seorang pengekor.
Sebab, ia mempunyai cirri khas dan
karakteristik tersendiri dalam
menyusun kitab, serta metode baru
yang belum pernah diperkenalkan orang
sebelumnya. Abu Quraisy al-Hafiz menyatakan
bahwa di dunia ini orang yang benar-
benar ahli di bidang hadits hanya
empat orang; salah satu di antaranya
adalah Muslim (Tazkiratul Huffaz, jilid
2, hal. 150). Maksud perkataan tersebut adalah ahli ahli hadits
terkemuka yang hidup di masa Abu
Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup
banyak jumlahnya. Karya-karya Imam Muslim Imam Muslim meninggalkan karya
tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di
antaranya :
1. Al-Jami ’ as-Sahih (Sahih Muslim). 2. Al-Musnadul Kabir (kitab yang
menerangkan nama-nama para
perawi hadits).
3. Kitabul-Asma ’ wal-Kuna. 4. Kitab al- ’Ilal. 5. Kitabul-Aqran.
6. Kitabu Su ’alatihi Ahmad bin Hambal. 7. Kitabul-Intifa ’ bi Uhubis-Siba’. 8. Kitabul-Muhadramin.
9. Kitabu man Laisa lahu illa Rawin
Wahid.
10. Kitab Auladis-Sahabah.
11. Kitab Awhamil-Muhadditsin. Kitab Sahih Muslim Di antara kitab-kitab di atas yang
paling agung dan sangat bermanfat
luas, serta masih tetap beredar hingga
kini ialah Al Jami ’ as-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Kitab ini
merupakan salah satu dari dua kitab
yang paling sahih dan murni sesudah
Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini
diterima baik oleh segenap umat
Islam. Imam Muslim telah mengerahkan
seluruh kemampuannya untuk
meneliti dan mempelajari keadaan
para perawi, menyaring hadits-hadits
yang diriwayatkan, membandingkan
riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam
menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu
memberikan isyarat akan adanya
perbedaan antara lafaz-lafaz itu.
Dengan usaha yang sedeemikian
rupa, maka lahirlah kitab Sahihnya. Bukti kongkrit mengenai keagungan
kitab itu ialah suatu kenyataan, di
mana Muslim menyaring isi kitabnya
dari ribuan riwayat yang pernah
didengarnya. Diceritakan, bahwa ia
pernah berkata: “Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000
hadits.” Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah,
yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab
Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu
berisi 12.000 buah hadits. Dalam pada itu, Ibn Salah
menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz,
bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu
sebanyak 4.000 buah hadits. Kedua
pendapat tersebut dapat kita
kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan
hadits-hadits yang berulang-ulang
penyebutannya, sedangkan
perhitungan kedua hanya
menghitung hadits-hadits yang tidak
disebutkan berulang. Imam Muslim berkata di dalam
Sahihnya: “Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di
sini, yakni dalam Sahihnya. Aku hanya
mencantumkan hadits-hadits yang
telah disepakati oleh para ulama
hadits.” Imam Muslim pernah berkata, sebagai
ungkapan gembira atas karunia
Tuhan yang diterimanya: “Apabila penduduk bumi ini menulis hadits
selama 200 tahun, maka usaha
mereka hanya akan berputar-putar di
sekitar kitab musnad
ini.” Ketelitian dan kehati-hatian Muslim
terhadap hadits yang diriwayatkan
dalam Sahihnya dapat dilihat dari
perkataannya sebagai berikut :
“Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan
dengan alasan; juga tiada aku
menggugurkan sesuatu hadits
daripadanya melainkan dengan
alasan pula.” Imam Muslim di dalam penulisan
Sahihnya tidak membuat judul setiap
bab secara terperinci. Adapun judul-
judul kitab dan bab yang kita dapati
pada sebagian naskah Sahih Muslim
yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang
datang kemudian. Di antara pengulas
yang paling baik membuatkan judul-
judul bab dan sistematika babnya
adalah Imam Nawawi dalam
Syarahnya. Sumber: Kitab Hadis Sahih yang Enam,
Muhammad Muhammad Abu
Syuhbah*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar