Oleh : Muh.yasin fii sabilillah
Rasulullah adalah orang yang paling
rendah hati, meskipun dia memiliki
segala kebajikan dan keutamaan
orang-orang dahulu kala dan orang-
orang sekarang, dia seperti sebuah
pohon yang berbuah. Menurut sebuah riwayat, beliau bersabda,
“Aku diperintahkan untuk menunjukkan perhatian kepada
semua manusia, untuk bersikap baik
hati kepada mereka. Tidak ada Nabi yang sedemikian diperlakukan
dengan sewenang-wenang oleh
manusia selain aku". Kita tahu bahwa beliau dilukai
kepalanya, ditanggalkan giginya,
lututnya berdarah karena lemparan
batu, tubuhnya dilumuri kotoran,
rumahnya dilempari kotoran ternak.
Beliau di hina, dan di siksa dengan keji. Saat beliau berdakwah di Thaif,
tak ada yang didapatkannya kecuali
hinaan dan pengusiran yang keji.
Ketika Rasulullah menyadari usaha
dakwahnya itu tidak berhasil, beliau
memutuskan untuk meninggalkan Thaif. Tetapi penduduk Thaif tidak
membiarkan beliau keluar dengan
aman, mereka terus mengganggunya
dengan melempari batu dan kata-kata
penuh ejekan. Lemparan batu yang
mengenai Nabi demikian hebat, sehingga tubuh beliau berlumuran
darah. Dalam perjalanan pulang, Rasulullah
Saw. menjumpai suatu tempat yang
dirasa aman dari gangguan orang-
orang jahat tersebut. Di sana beliau
berdoa begitu mengharukan dan
menyayat hati. Demikian sedihnya doa yang dipanjatkan Nabi, sehingga Allah
mengutus malaikat Jibril untuk
menemuinya. Setibanya di hadapan
Nabi, Jibril memberi salam seraya
berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang
ini. Allah telah memerintahkan
malaikat di gunung-gunung untuk
menaati perintahmu.” Sambil berkata demikian, Jibril memperlihatkan para
malaikat itu kepada Rasulullah Saw. Kata malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah
tuan. Jika tuan mau, kami sanggup
menjadikan gunung di sekitar kota itu
berbenturan, sehingga penduduk
yang ada di kedua belah gunung ini
akan mati tertindih. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan,
kami siap melaksanakannya. ” Mendengar tawaran malaikat itu, Rasulullah Saw. dengan sifat kasih
sayangnya berkata, “Walaupun mereka menolak ajaran Islam,
saya berharap dengan kehendak
Allah, keturunan mereka pada
suatu saat nanti akan menyembah
Allah dan beribadah kepada-Nya. ” Ketika Makkah berhasil ditaklukkan,
beliau berkata kepada orang-orang
yang pernah menyiksanya,
“Bagaimanakah menurut kalian, apakah yang akan kulakukan
terhadapmu?” Mereka menangis dan berkata, “Engkau adalah saudara yang mulia, putra saudara yang
mulia.” Nabi Saw. bersabda, “Pergilah kalian! Kalian adalah orang-orang
yang dibebaskan. Semoga Allah
mengampuni kalian. ” (HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan Syafi ’i). Abu Sufyan bin Harits, sepupu beliau,
lari dengan membawa semua anak-
anaknya karena pernah menyakiti
Rasul Saw., maka Ali bin Abi Thalib Ra.
bertanya kepadanya, “Hai Abu Sufyan, hendak pergi kemanakah kamu ?” Ia menjawab, “Aku akan keluar ke padang sahara. Biarlah aku dan anak-
anakku mati karena lapar, haus, dan
tidak berpakaian. ” Ali bertanya, “Mengapa kamu lakukan itu ?” Ia menjawab, “Jika Muhammad menangkapku, niscaya
dia akan mencincangku dengan
pedang menjadi potongan-potongan
kecil. ” Ali berkata, “Kembalilah kamu kepadanya dan ucapkan salam
kepadanya dengan mengakui
kenabiannya dan katakanlah
kepadanya sebagaimana yang pernah
dikatakan oleh saudara-saudara
Yusuf kepada Yusuf, ….Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan
kamu atas kami dan sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang
bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]:
91). Abu Sufyan pun kembali kepada Nabi
Saw. dan berdiri di dekat kepalanya,
lalu mengucapkan salam kepada
beliau seraya berkata, Wahai
Rasulullah, ...Demi Allah,
sesungguhnya Allah telah melebihkan engkau atas kami dan sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang
bersalah (berdosa). (QS. Yusuf [12]:
91). Rasulullah Saw. pun menengadahkan
pandangannya, sedang air matanya
membasahi pipinya yang indah
hingga membasahi jenggotnya.
Rasulullah menjawab dengan menyitir
firman-Nya, …Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-
mudahan Allah mengampuni
(kamu) dan Dia adalah Maha
Penyayang di antara para
penyayang. (QS. Yusuf [12]: 92). Imam Bukhari meriwayatkan hadits
dari Abdullah bin Mas ’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadanya,
“Bacakan al-Quran kepadaku. ” Ibnu Mas’ud berkata, “Bagaimana aku membacakannya kepada
Engkau, sementara al-Quran itu
sendiri diturunkan kepada
Engkau ?” “Aku ingin mendengarnya dari orang lain, ” jawab beliau. Lalu Ibnu Mas’ud membaca surat an-Nisa hingga
firman-Nya, Maka bagaimanakah
(halnya orang kafir nanti) apabila
Kami mendatangkan kamu
(Muhammad) sebagai saksi atas
mereka itu (sebagai umatmu). (QS. an-Nisâ [4]: 41). Begitu bacaan tiba pada ayat ini,
beliau bersabda, “Cukup. ” Ibnu Mas’ud melihat ke arah beliau, dan terlihatlah olehnya bahwa beliau
sedang menangis. Dalam kisah ini kita memperoleh
pelajaran berharga, bahwa Rasulullah SAW. sangat mencintai
umat manusia. Beliau sangat mengharapkan agar
orang-orang kafir itu beriman. Karena
balasan kekafiran adalah neraka yang
menyala-nyala. Rasulullah sendiri
pernah melihat neraka. Beliau melihat sungguh mengerikan
neraka itu. Hingga ketika menyadari
hal itu, mengalirlah airmatanya
dengan deras. Abu Dzar Ra.
meriwayatkan dari Nabi SAW., bahwa
beliau mendirikan shalat malam, sambil menangis dengan membaca
satu ayat yang diulang-ulangi, yaitu,
Jika Engkau menyiksa mereka, maka
sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba Engkau juga. (QS. al-
Maidah [5]: 118). Dan diriwayatkan saat hari kiamat tiba,
beliaulah orang yang pertama kali
dibangkitkan. Yang diucapkannya
pertama kali adalah, “Mana umatku? Mana umatku? Mana umatku ?” Beliau ingin masuk surga bersama-
sama umatnya. Beliau kucurkan
syafaat kepada umatnya sebagai
tanda kecintaan beliau terhadap
mereka. Beliau juga sering berdoa,
Allahumma salimna ummati. Ya Allah selamatkan umatku. Keadaan
diri Nabi Muhammad SAW.
digambarkan Allah SWT. dalam firman-
Nya, Sungguh telah datang kepadamu
seorang Rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas
kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin. (QS. at-Taubah
[9]: 129). Alangkah buruknya akhlak kita bila
tak mencintai Nabi, sebagaimana Nabi
mencintai kita, berkorban untuk kita,
dan meneteskan airmatanya untuk
kita. Di sini, apakah kita hanya berdiam diri
saat Nabi dihina, seolah kita bukan
lagi umatnya. Apakah kita rela Nabi
berdakwah seorang diri dan
kemudian dilempari batu hingga
berdarah-darah, sementara umatnya yang begitu banyak hanya bisa
berdiam diri? Tangisan sang Nabi hendaknya
menjadi pengingat kita, untuk lebih
mencintainya, membelanya, bahkan
berkorban nyawa untuknya,
sebagaimana ia telah berkorban
nyawa untuk kita agar kita selamat dari siksa neraka. Ya Allah, berilah kami karunia untuk
mecintai Nabi-Mu dan menapaki
jalannya yang lurus, bukan sebagai
orang yang sesat lagi menyesatkan. Ya Allah, curahkan shalawat untuk
Muhammad selama siang masih
berganti malam, Ya Allah, curahkanlah shalawat untuk
Muhammad selama ahli dzikir dan
para shalihin melantunkan dzikirnya, Ya Allah, kumpulkanlah kami dengan
Nabi kami Muhammad di Surga Firdaus
yang tinggi dan sejukkanlah
pandangan dan mata hati kami
dengan melihatnya dan berilah kami
kesempatan untuk minum dari telaganya, hingga kami tidak akan
haus dan dahaga selamanya. Shalawat dan salam semoga tercurah
atas Nabi kita Muhammad , atas
segenap keluarga dan sahabat beliau. -------------------------------------------
Dalam linang air mata membasahi pipi
saat kutulis semua ini
Rasulullah, kami pun merindukanmu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar